Archive for the ‘renungan Kristiani’ Category

Dear Sahabat Blogger,

Karena hari ini adalah hari minggu maka ucapan yang paling tepat adalah “selamat hari minggu” dan bukan selamat hari selasa. Tak cocoklah itu. Tagal ini hari adalah hari minggu maka saya mohon ijin untuk sejenak “beristirahat” dari serial posting “saudaraku sebangsa dan setanah air” guna menyapa sahabat-sahabat saya yang Kristiani. Bagi kami, umat Kristiani, hari Minggu adalah hari beribadah dan karenanya saya ingin sekali menyapa dengan pertanyaan ini: “sudahkah hari ini anda melakukan HALELUYA?

Kata “haleluya” umumnya diterjemahkan orang sebagai “puji TUHAN”. Di sebagian kalangan Kristiani kata haleluya menjadi semaca “aforisme wajib” dalam saling menyapa…..

+ hhoooiiii michael, apa kabarmu hari ini???
– baik,
+ Halleluya, …. amin michael????
+ Amin sudaraku. Amin….

Maka penuhlah bibir dan mulut orang-orang Kristen dengan kata ini….haleluya…haleluya…haleluya….begitu berulang-ulang. Jika tidak diucapkan rasanya belum afdol. Belum genap sebagai orang Kristen. Apakah ada masalah bagi saya dalam hal ini? TIDAK. Normal dan biasa saja. Sayapun acap kali demikian. Hal ini baru terasa menjadi masalah ketika saya terpaksa harus terbata-bata menjelaskan arti kata haleluja kepada salah seorang sahabat yang bertanya. Mengapa demikian? Bukankah kata haleluya berarti “puji Tuhan”? Oh ya memang itu dan itulah yang saya tahu sejauh ini. Namun saya terpaksa pontang-panting menjelaskan mengapa dari 1 buah kata “haleluya” terjemahannya menjadi “puji Tuhan”? Mana kata yang berpadanan dengan kata “Puji” dan “Tuhan” yang ada di dalam kata “haleluya?.” So, carilah saya beberapa referensi dan saya memperoleh 3 macam pengertian yang lebih memadai tentang kata “haleluja. Inilah yang ingin saya bagi di hari ini. Hari Minggu. Harinya Tuhan.

Kata “haleluya” umumnya memang diterjemahkan sebagai “puji Tuhan”. Alkitab terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) tahun 1974 yang dicetak ulang pada tahun 2007 juga menterjemahkannya sebagai “puji Tuhan”. Hal ini amat wajar karena kata haleluja merupakan pengbungan dari 2 kata ibrani, yaitu “hallel” yaitu memuji (praise) dan “Ya-H” (Yahwe atau Tuhan). Jadi, “haleluya” adalah “Puji Tuhan”. Penelusuran lebih jauh memberikan informasi tambahan bahwa “haleluya” berasal dari gabungan verb “halal” (+u), yaitu “bersinar” (to shine) dan “Ya-H“. Jadi, “haleluya” artinya “shine with god“. Bersinar bersama Tuhan. Indah bukan? Tapi sabarlah barang sedikit karena dari hasil penelusuran terhadap akar kata memberikan tambahan informasi yang amat berharga tentang makna kata “haleluya”.

Dalam bahasa aslinya, yaitu bahasa Ibrani, kata “haleluya” sebenarnya terdiri atas 2 kata, yaitu “halelu” dan “yah”. Kata “yah” menunjuk kepada YHWH atau TUHAN. Sedangkan kata “halelu” berasal dari akar kata yang terdiri dari dua huruf “he” dan “lamed”. Huruf “he” pada awalnya adalah gambar seorang laki-laki dengan tangan yang terangkat ke atas melihat ke arah suatu vision yang menakjubkan. Sedangkan huruf “lamed” merujuk kepada gambaran sebuah tongkat gembala yang biasa dipakai seorang gembala guna menggerakkan kawanan ternak menuju suatu arah tertentu. Dengan demikian penggabungan dua huruf “he” dan “lamed” itu berarti “melihat ke arah”.

Lantas, apa maksudnya frasa “melihat ke arah”? Di jaman dahulu, aforisme ini merujuk kepada keharusan bagi setiap pejalan kaki atau peziarah untuk melihat kepada tanda-tanda tertentu yang dijadikan sebagai pedoman orientasi arah dan tujuan. DI jaman sekarang tanda-tanda itu sudah digantikan oleh alat-alat seperti kompas, GPS dan lain sebagainya. Peziarah zaman doeloe, umpamanya, biasa menggunakan bintang utara, karena letaknya di atas kutub utara, sebagai pemandu. Bintang itu berbeda dengan bintang yang lain. Bintang lain terus beredar karena rotasi bumi. Bintang utara terus berada di tempatnya dan menjadi titik pusat dari gerakan bintang-bintang yang lain. Karenanya, bintang itu bisa menjadi penentu arah bagi kaum peziarah.

Dari penejelasan di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa secara etimologis kata “haleluya” dapat diartikan sebagai pedoman atau petunjuk atau kompas ke arah Yahwe. Haleluya adalah pentunjuk ke arah Tuhan. Haleluya berarti melihat ke arah Tuhan. Dan inilah yang saya tanyakan kepada semua sahabat Kristiani di awal posting ini. ….Sudahlah di hari ini, sampai hari ini, dan juga nanti besok perjalanan hidup anda “haleluya” dan akan terus “haleluya”?….. Pertanyaan ini sesungguhnya adalah juga pertanyaan kepada diri saya sendiri…heeeeiii michael riwu kaho…sudah-kah hidupmu “haleluya”????? Mudah-mudahan jawaban anda, dan saya, tidak keliru. Mudah-mudahan kita masih ingat apa tujuan hidup kita. Mudah-mudahan kita semua tidak lupa: kepada siapa hidup kita seharusnya diarahkan dan dilabuhkan. Mudah-mudahan “haleluya” dan bukan “halelupa“. Kedua kata ini dibedakan hanya oleh 1 huruf tetapi memiliki arti yang ekstrim berbeda.

Pada tahun 1741 seorang komposer terkenal, George Fredrich Handel, menulis sebuah oratorium yang amat sangat tersohor, yaitu “messiah”. Pada bagian chorusnya, terdapat penggalan oratorium yang paling terkenal dari “messiah”, yaitu “haleluja”. Kepada anda, baik yang “haleluya” maupun “halelupa”, saya persembahkan chorus dahsyat itu. Tuhan Memberkati.

Tabe Tuan Tabe Puan

Ya Tuhan yang maha baik,
Ya Allah yang Akbar
Ya Bapa yang saya kenal
dalam karya penyelamatan Yesus Kristus
dalam karya penyertaan Roh Kudus

Mohon ampun,
pagi ini saya tidak dapat ke Gereja-MU
untuk bersekutu dan berbakti

Saya sakit, Tuhan
(sedih sekali)

Tuhan yang maha baik,
Segala daya sudah diupayakan
tetapi mengapa sakit penyakit ini terus saja ada?
Tak mau pergi
(betah banget)

Sebentar tampak seperti sembuh
Sejurus kemudian sakit lagi

Sakit penyakit ini kok malah mirip lagunya Mbah Sirup…eh mbah Surip
bangun lagi tidur lagi

“sakit lagi sembuh lagi …sembuh….saaakiiittt lagi….uuuyyeeeee…”

Sakit penyakit ini juga mirip lagu mbah Surip yang satu lagi,
(yang katanya hasil njiplak itu)
tak gendong

Saya merasa digendong sakit penyakit kemana-mana
Saya merasa ditertawai si penyakit

“tak gendong ke mana-mana …enak dong…asik dong…
…waaaaaa hhhaaaaaaa waaaaaaaa………”

Sakit penyakit ini kok mirip ucapan mbah Surip
I love you full

waddduuhhhh Tuhan,
bagaimana ini
kok si penyakit mengejek saya,
(padahal saya wakil ketua majelis jemaat harian lho Tuhan)
katanya:

“i love you full…michael”

Lalu, saya harus bagaimana Tuhan?

berobat, sudah
stop berobat, sudah
pantang makan (sampe lapaaarrr banget), sudah
makan rakus, …eh maaf Tuhan…itu sih ..sering….
berbuat baik, sudah
berbuat jahat, …he he he he…yang ini sih, aduuuhhh ….
malu ngomongnya…..maaf, Tuhan…
berdoa, sudah
stop berdoa….lagi-lagi, ampunkan saya Tuhan…ini juga amat sering…

Lalu, Saya harus bagaimana?
apakah Tuhan tidak menyayangi saya?
apakah Tuhan sudah tak perduli lagi pada saya?
apakah Tuhan sudah meninggalkan saya?

(Lalu, bersamaan dengan
desir angin dingin minggu pagi ini
datanglah “suara Tuhan”)

“Tetapi jawab Tuhan kepadaku : “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. SEBAB JIKA AKU LEMAH, MAKA AKU KUAT.” (2 Kor:12: 9-10)

(Lalu, bersamaan dengan desir gelombang hot spot internet
Dikau menyapa saya dengan sebuah lagu
“Tuhan Pasti Sanggup”)

(Sanggup Apa, Tuhan?)

YA UNTUK MEBUAT KAMU KUAT, MICHAEL ANAKKU YANG BENGAL
(tapi jangan lupa bertobat ya……..)

…………………….
Ia, Baik Tuhan
Ia, Baik Allah
Ia, Bae Tete Manis
Terima Kasih…

Amin

Dear Sahabat Blogger,

Beberapa sahabat menulis di kolom komentar pada posting terdahulu, 2 skandal 1 nama: khianat bahwa: “tak sabar menunggu part 2”. Ok, baiklah …eeeeng…iiiinnggggg…..eeeennnggggggg……sabar dahulu. Saya ingin membuat pengantarnya terlebih dahulu
Beberapa waktu yang lalu, menjelang pemilu legislatif, dunia politik Indonesia menghangat dengan terbitnya buku kisah perjuangan Jenderal Sintong Panjaitan….war wer wir wuurrrrrr……ramai dibicarakan orang ..dan lalu…kesan yan amat mengemuka adalah…siapa itu Sintong? Pahlawan atau bukan? Siapa itu Prabowo? prajurit yang berniat makar atau pahlawan?….Lalu, semua tenang kembali….people are back to the bussines as usual….kembali ke laptop…..jangankan Sintong VS Prabowo, sebelumnya Prabowo VS Wiranto sudah tidak diperdulikan orang lagi. Sebelumnya lagi wacana apakah Bung Karno pahlawan ataukah pengkhianat sudah lama berada di wilayah abu-abu. Demikian juga, Soharto, apakah Pahlawan atau penjahat sudah lama terpendam bersama jasad orang besar Indonesia ini. Mengapa ini bisa terjadi? Ataukah, seperti kata seorang sahabat, semua itu hanyalah perbedaan sudut pandang semata. Oh baiklah. Bisa jadi begitu. Tapi, bisakah kejahatan dan kebaikan dipegang secara simultan dalam satu pribadi? Dapatkah afeksi positif dan negatif terjadi seketika dalam satu pikiran? Penjelasan Leahy dalam bukunya yang berjudul “Human Being” adalah….TIDAK.

Jadi setiap afeksi bisa harus dibedakan. Setiap orang, seberapapun abu-abunya, harus diperjelas afeksinya. Bahkan jika memang warna afeksinya adalah abu-abu atawa afeksi oportunis. Tak boleh ada sejarah abu-abu. Dan itulah gunannya ilmu sejarah. Hanya dari tokoh-tokoh yang jelas “warna”nya kita bisa belajar. Apakah orang itu baik? apakah orang itu tidak baik? apakah orang itu kadang-kadang baik dan kadang-kadang tidak baik? Semua harus jelas. Ketidak jelasan adalah skandal. Apalagi upaya untuk mengaburkan sesuatu yang jelas agar tidak jelas. Itu super skandal namanya. Lha, apa itu skandal? Menurut kamus, skandal adalah kata benda yang berarti …perbuatan yang memalukan….

Lalu, sahabat terkasih, tentang upaya mengubah status seorang pengkhianat menjadi pahlawan itulah ceritersa saya kali ini

Skandal 2: pengkhianat diubah menjadi pahlawan

Adalah seorang yang bernama Yudas, terjemahan Yunani dari kata Ibrani Yehuda yang berarti “pujian”, yang menjadi sorotan kali ini. Siapa dia? Ahaaaa…anda mungkin benar jikalau menebak bahwa tokoh kita kali ini adalah salah seorang murid Yesus yang hidup kira-kira 2000 tahun yang lalu. Yudas yang mana? oh, untuk membedakannya dari Yudas murid Yesus yang lainnya maka Yudas yang ini adalah yang berasal dari Kota Kerioth. Sebuah kota di selatan Yehuda yang terkenal karena perkebunan anggurnya. Konon sampai hari ini kota Kerioth masih dinamai demikian. Demikian juga hasil bumi utamanya itu. Maka, Yudas van Kerioth itu amat terkenal dengan nama Yudas Iskariot. Mudah-mudahan anda pernah mendengar nama ini. Konon, dalam kosa kata Bahasa Indonesia, nama ini amat terkenal karena digunakan untuk menyebut perilaku orang yang tidak tulus…..huuuuuhhhh…dasar “judes” lu……”judes” banget sih loooo….he he he he he….

Yudas dan Judes dua kata yang begitu diucapkan dan didengar maka asosiasinya adalah sikap culas, curang dan khianat. Mengapa demikian? Dalam literatur Kristiani, si Yudas dikenal karena “ciuman mautnya” pada saat dia menyerahkan Yesus kepada kaum Farisi di taman Getsemane. Dari sini, Yesus dibawa kepengadilan agama Yahudi dan diteruskan ke pengadilan Romawi. Akhirnya dijatuhi hukum mati. Di gantung di Kayu Salib di bukit tengkorak. Bukit Golgota. Kisah penyaliban Yesus, Kematian dan Kebangkitan Yesus merupakan kisah terbesar dalam tradisi dan kepercayaan Kristiani. Bahkan secara teologis, tanpa trilogi ini, tidak ada Gereja. Tidak ada Kristianitas, yaitu religi yang dianut oleh mayoritas penduduk planet bumi ini.

Dalam kisah Alkitab, Pahlawan tunggal trilogi Penyaliban, Kematian dan Kebangkitan Yesus adalah Allah itu sendiri yang terejawantahkan dalam pribadi Yesus Kristus. Di mana posisi Yudas dari Kerioth? Adalah ini: pengkhianat dan pengecut. Mengapa Yudas dikatakan pengkhianat? Demi ambisi pribadinya, entah apa itu, Yudas tega menawarkan jasa kepada tua-tua farisi untuk menghantar Yesus kepada mereka agar mudah diangkap. Sebagai imbal jasanya, Yudas dibayar uang sejumlah 30 keping perak. Yudas sampai hati “menjual”Guru dan sahabatnya sendiri. Sebagai manusia kita berpikir keras apa arti persahabatan bagi Yudas? Bersama Yesus dan 11 orang murid lainnya, Yudas selama kurang lebih 3 tahun berkelana kesana-kemari memberitakan kabar baik. Susah sengsara beberkelana memberitakan kabar baik. Senasib sepenanggungan. Bahkan oleh Yesus, Yudas bukan sekedar murid dan sahabat biasa. Yudas dipercayakan sebagai bendahara kelompok 12, yaitu murid-murid Yesus yang selalu ada bersama-sama DIA. Entah kurang apa baiknya Yesus pada Yudas. Saya tak melihat ada satupun kekurangan terkecuali pada si Yudas yang mengalami 1 jenis kekurangan, yaitu kurang ajar.

Ya, kekurangnnya yang satu itulah, menurut literatur Alkitabiah, yang menuntun Yudas melakukan pekerjaan “menggunting dalam lipatan”. Yudas menjadi “musuh dalam selimut”. bagi Yesus. Tak tahukah Yesus akan perilaku Yudas itu? Dalam banyak ayat kita bisa mengetahui bahwa Yesus sebenarnya amat mengenal watak khianat si Yudas sang Judes. Yudas adalah bendahara yang curang yang menyimpan untung bagi dirinya sendiri. Yudas adalah si pengiri hati sewaktu dia mencela sikap perempuan yang membasuh kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal itu. Ya, Yesus tahu betul, siapa Yudas. Dan puncaknya adalah ketika di Perjamuan Malam Paskah, yaitu malam menjelang Yesus ditangkap. Setelah membasuh kaki semua murid-murid-NYA, termasuk Yudas si Judes dan lalu membagi-bagikan roti tak beragi dan anggur…Yesus berbisik kepada Yudas……”apa yang hendak kau perbuat, perbuatlah segera” (Yohanes 13:27)…. Lantas, pergilah Yudas menghilang di kegelapan malam menuju imam-imam Yahudi untuk menjalanan rencana khianatnya. Dan semua umat Kristiani tahu persis kisah selanjutnya: tentang nasib Yesus yang harus mati di Salibkan di Golgota itu.

Sampai di titik ini, kelakuan Yudas adalah suatu kejahatan. Menjual Guru dan sahabatnya sendiri adalah suatu perbuatan tak senonoh. Skandal. Tafsir umum yang saya pahami sejak masih di bangku Sekolah Minggu, tindakan Yudas adalah keculasan dengan motif ekonomi. Menjual Yesus demi 30 keping perak. Akan tetapi ketika beranjak dewasa, saya sempat berpikir bahwa berapalah 30 keping perak itu. Apa mungkin Yudas tega menjual Yesus begitu murahnya taga 30 keping perak itu? Nonsens. Lalu, suatu saat saya membaca sebuah tafsir yang agak berbeda tentang motif Yudas. Menurut referensi ini, ditulis oleh almarhum Pdt. DR. Eka Darmaputera, Yudas adalah anggota kelompok nasionalis Yahudi Zealot yang amat anti penjajajahan Romawi. Garis perjuangan mereka adalah “garis keras”. Kurang lebih, mirip prinsip Israel di Jalur Gaza di masa kini.

Orang-orang Zealot ini terbukti beberapa kali melakukan pemberontakan bersenjata. Namun asa mereka selalu gagal karena tentara Romawi sigap memberangus mereka. Lalu, peluang itu ada, yaitu hadirnya seseorang yang diramalkan di dalam Perjanian Lama akan bertindak sebagai Mesias bagi orang Israel. Pembebas dari penjajahan Romawi. Dalam tafsiran kaum Zealot, sang Mesias akan menadi pemimpin gerakan politik massa dan sekaligus penglima perang yang akan menumpas oran-orang Romawi. Nah, Yudas yang merupakan anggota kelompok Zealot mendapat kesempatan bergabung dengan sang Mesias itu, yaitu Yesus. Dari waktu ke waktu Yudas mengikuti Yesus dan amatlah gembira hatinya karena pengikut Yesus secara cepat menjadi berlipat-lipat ganda. Inilah modal perjuangan. Akan tetapi sesuai perjalan waktu, Yudas menjadi cemas karena Yesus bukannya berbicara tentang perjuangana politk dan bersenjata malah terus menerus asik berbicara tentang KASIH, KASIH dan KASIH. Lha, kapan perangnya? pikir Yudas. Maka, timbullah “otak politk” Yudas….ahaaaa….mumpung Yesus sedang dicari-cari salahnya oleh Imam-Imam Yahudi, apa salahnya Yudas melakukan politicking?…..well, Yesus diserahkan dan lalu….ketika dalam keadaan terdesak…Yesus akan memerintahkan massanya, bila perlu bala tentara dari Surga, untuk membasmi pasukan Romawi…..dan….Israelpun merdeka.

Apapun motif Yudas, kita tahu bahwa satu skandal sudah terjadi, yaitu Yudas tega menjual Guru dan Sahabatnya. Sayangnya skandal itu tidak berhenti di situ. Jika mengikuti alur pikir bahwa Yudas menjual Yesus karena naluri ekonomi maka literatur Alkitabiah mengatakan bahwa menyesal-lah Yudas karena telah mengkhianati orang yang tidak bersalah. dengan amat murah Jika mengikuti alur pikir bahwa motif Yudas adalah motif politik maka ketika sama sekali tidak terjadi pemberontakan massa maka menyesal-lah Yudas karena sudah terlanjur mengkhianati Guru dan sahabatnya sendiri ehhh….tujuan politisnya tak tercapai. Yesus tidak memimpin suatu gerakan pemberontakan menyusul penangkapannya. Apa tindakan Yudas berikutnya? Yudas sebenarnya masih cukup peka rasa. Hancur hatinya dan menyesal setelah melihat Yesus teraniaya begitu rupa gara-gara pengkhianatanya. Sayang sekali penyesalannya itu tidak membawanya kepada pertobatan. Penyesalannya itu coba ditanggungnya sendiri. Dikiranya dengan cara itu dia akan selamat dan rasa malunya akan terobati. Nyatanya tidak. Ya, Yudas begitu pengecut untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Yudas terlalu pengecut untuk mensukuri hidup yang dimilikinya. Dalam keputusasaannya Yudas memilih untuk bertindak bodoh dan sekaligus konyol: bunuh diri. Yudas melakukan skandal nomor kesekian.

Saya berpikir, bagaimana seandainya Yudas bertobat? Bukankah Simon Petrus juga bersalah karena menyangkal Yesus. Bukankah Simon juga menyesal? Tapi beruntunglah Simon Petrus atau Kefas itu karena dia tidak membuat skandal baru. Simon memilih untuk bertobat dan hingga sekarang, nama Simor Petrus dikenang sebagai salah satu tokoh Gereja yang bernama harum. Sedangkan Yudas? Tak lain tak bukan adalah Yudas si Judes. Cuma itu. Hanya itu. Di akhir drama trilogi Salib, Kubur dan Kebangkitan kita tahu ada 2 kematian yang amat terkenal. Pertama, Kematian Yesus yang penuh KASIH nan Agung. Pada saat Kebangkitan-NYA kita tahu bahwa Kemenangan merupakan hadiah bagi kerelaan KASIH semacam yang didemonstrasikan YESUS. Kedua, adalah kematian Yudas si pengkhianat dan sekaligus si pengecut yang konyol. Kematian yang tidak menyisakan apa-apa kecuali kehinaan.

Selesaikah kisah ini? Sayangnya belum. Akan saya sambung pada part 3. Tetapi sebelum mengakhiri part 2 ini, ijinkanlah saya untuk membuat beberapa butir relfleksi sebagai pesan PASKAH. Bukan untuk siapa-siapa tetapi untuk saya sendirii. Jika sahabat merasa ada kemanfaatannya maka silakan dibaca juga.

Apa pesan dari kisah Yudas si Judes?

  1. Tak ada KASIH dalam sikap berkhianat. Kasih adalah afeksi positif. Khianat adalah afeksi negatif. Tak mungkin terang dan gelap disatukan karena hanya akan mendatangkan temaram yang tak jelas. Persahabatan, kebaikan dan kasih sayang adalah afeksi positif. Sedikit saja semua itu dikotori dengan fitnah, dendam, amarah, khianat dan atau afeksi negatif lainnya maka musnah semua KASIH. Mau baik ya baik saja. Tidak ada kebaikan dalam pura-pura jahat karena jahat akan menguasai anda. Tidak ada kebaikan dalam pura-pura baik karena sejatinya adalah kejahatan. Sahabat Kristiani, trilogi Salib, Kubur dan Kebangkitan Yesus mengajarkan bahwa setia dalam perkara KASIH adalah harga mati, yaitu harga yang bila perlu ditebus dengan kematian. Bisakah?
  2. Mengaku percaya kepada Sang Khalik konsekunsinya ada 1, yaitu percaya dan ikuti semua apa yang DIA mau. Janganlah apa yang kita mau. Mengikuti Sang Khalik artinya tunduk kepada kehendak sang Khalik. Jalankan agenda sang Khalik bukan agenda kita sendiri. Pergi ker rumah Ibadah ya temui lah Sang Khalik di sana bukan untuk bertemu teman bisnis, pacar, mantan pacar ….. Ingin memuj Tuhan dengan bernyanyi dalam ibadah ya lakukanlah demi Sang Kahlik bukan supaya anda dipuji dan diajak rekaman. Pokoknya, janganlah di mulut mengatakan …..ya saya ikut Dikau tetapi…..agenda sebenarnya adalah….ya Tuhan ikutilah kemauan saya. Janganlah di mulut kita mengaku …terpujilah nama-Mu tetapi diam-diam kita menambahkan di bait 2: terpujuilah namaku sendiri……Jangan pernah mengatakan …. Jadilah kehendak-MU tetapi yang kita kerjakan adalah…jadilah kehendakku sendiri. Anda tidak mau berakhir seperti Yudas si Judes kan?
  3. Sebagai manusia, saya dan juga anda sekalian adalah makhluk-makhluk fana yang banyak salahnya. Atas kesalahan hendaknya kita tidak cukup hanya menyesal. Penyesalan harusnya diikuti dengan pertobatan. Jangan berpikir anda mampu menanggulangi sendiri kesalahan anda. Jangan mudah putus asa. Pengalaman Yudas si Judes membuktikan itu. Selalu tersedia orang yang akan mendengar keluhan anda. Selalu ada jalan pengampunan. Dan andai kata semua orang meninggalkan anda, ada satu bahu yang mampu menanggung pertobatan anda, dan juga saya, yaitu Bahu Sang Khalik. Maukah?


Oh, ya ketika menyiapkan tulisan ini saya mencari tahu apa arti kata Yudas. Ternyata, seperti yang sudah saya katakan tadi, artinya adalah “pujian”. Teringat saya bahwa ketika ujian promosi doktor saya dahulu, status yudicium saya adalah “cum laude” artinya dengan pujian. Jika dibaca dalam bahasa Yunani maka yudicium saya akan dibacakan dan berbunyi seperti ini….saudara Doktor Ludji Michael…..anda dinyatakan lulus dengan predikat…..Yudas……ha ha ha ha ha….tak mau saya…..ha ha ha ha ha ha…

Selamat PASKAH. Gloria Inexelcis Deo. Tuhan Memberkati,


bagi sahabat yang ingin mengerti betapa kacaunya jika mengikuti Jesus dengan hati yang khianat, coba dengarlah lagu dari Bellamy Brothers berikut ini:


Tabe Tuan Tabe Puan

Bapa
saya berterima kasih
karena YESUS mati di atas kayu Salib
supaya saya bisa diampuni dan diterima oleh-MU

hari ini saya menerima DIA sebagai penanggung dosa saya
saya menerima: DIA mati menggantikan saya

saya berdoa bukan hanya agar dosa-dosa saya diampuni
tetapi juga agar ENGKAU boleh membersihkan hati saya
dan juga memberikan kepada hati saya suatu keinginan
untuk memberi tempat bagi-MU
dan Kekudusan-MU

Dalam kehinaan dosa,
sebaik yang saya tahu:
saya menyerahkan diri sepenuhnya kepada-MU
saya mempercayakan hidup saya seluruhnya kepada-MU

sekarang dan selama-lamanya

Amin

Saya persembahkan 2 buah lagu untuk semua sahabat KRISTIANI:

the Old Rugged Cross” by Anne Murray

Precious Lord, Take my Hand by Elvis Presley

Dear sahabat blogger,

Sekarang tanggal 24 Desember malam. Secara tradisional, malam ini adalah Malam Natal. Apakah memang hari begini tanggal begini adalah tepat hari lahirnya bayi Yesus? Mungkin tidak begitu. Jika berpatokan pada hasil perhitungan astronomi……ingat bukan astrologi…….maka malam ketika “bintang berekor” bersinar di langit bagian timur dan arah lintasannya diikuti oleh para Majus (magus – jamaknya: magi – mereka yang mempunyai keahlian magic) dari Persia, adalah di sekitar bulan April. Tepatnya 17 April 6 tahun sebelum Masehi. Jadi? Ah, siapa yang perduli tanggal tepatnya Natal itu. Bagi saya pribadi, sepanjang Natal dimaksudkan untuk memperingati salah satu “tanda” penting dalam kehidupan rohani saya, tanggal berapapun itu, bukan soal besar. Asalkan hati lurus tertuju kepada Sang Bayi. Beres. Begitu aja kok refooootttt..……

Jikalau merayakan Natal adalah traditionally, lalu apa ada makna khusus Hari Natal bagi saya? Jawabannya bisa banyak. Tapi supaya dibikin lebih simpel maka adalah ini: Natal adalah tanda. Tanda apa? Tanda harapan. Sekedar tanda? Tidak. Karena memahami tanda adalah kodrat manusiawi saya – yang oleh karenanya (principe d’etre) saya menjadi berakal budi – maka memiliki harapan berarti saya siap untuk melanjutlan hidup apapun situasi saat ini. Apa situasi saat ini itu? Ada banyak tetapi saya mau berbagi satu dan dua dikit. inilah Natal pertama dalam hidup ketika Ayahanda tidak lagi “di sini”. Dia sudah “di sana”. Inilah Natal ketika Ibunda sedang terbaring amat lemah di Cikini. Jauh dari tempat saya duduk sekarang.

Jadi, Natal kali ini adalah Natal yang dari padanya saya ingin melihat – dan sebenarnya sudah nyata terlihat – harapan. Tidak cuma saya tetapi banyak lagi orang yang seperti saya. Bahkan kondisinya mungkin jauh lebih “buruk” dari apa yang saya alami saat ini. Malah mungkin lebih mengenaskan. Ribuan TKI yang terlunta-lunta di Malaysia. Anak-anak yang ada di kolong jembatan dan tidak jelas di mana bapak dan ibunya. Orang-orang yang tergusur karena rumahnya digusur. Orang-orang yang demi memperebutkan serupiah-dua sedekah, rela mempertaruhkan nyawanya yang cuma satu biji itu. Banyak lagi. Untuk semua mereka yang memerlukan harapan itu saya ingin mendedikasikan tulisan ini (harap anda tidak lelah mengikuti tulisan saya kali ini yang mungkin agak panjang).

Saya akan memulai dari sini: pada tahun 1966 seorang penulis mashur menulis sebuah buku yang laris. Amat laris. Judulnya: The Adventurers (Para Petualang). Almarhum Pendeta DR. Eka Darmaputera membacanya. Lalu, mencupliknya barang sedikit. Lantaran saya membaca buku tulisannya, maka saya menjadi tahu, sedikit, tentang isi buku “The Adventurers”. Dengan bantuan Mr. Gu (google) saya mendapat beberapa keterangan lainnya. Dan ini yang saya mau bagikan kepada anda.

Ceritera dalam the Adventurers mengisahkan kisah hidup sang tokoh utama Diaogenes Alejandro Xenos, disingkat Dax, dari negeri Carteguay. Jika diterjemhkan ke dalam bahasa Indonesia, nama itu diartikan sebagai “dengan kebenaran mengalahkan dunia”. Dax kecil, dengan matakepalanya sendiri, melihat keluarganya dibantai nyaris habis oleh sekelompok orang yang memberontak terhadap ayahnya yang berkuasa. Dia diselamatkan oleh Fat Cat, seorang pembantu setia dalam keluarganya. Beberapa orang pemberontak yang tertangkap lalu diikat berjejer. Seorang pamannya, yang belakangan diketahui sebagai pemberontak juga, mengeksekusi para pemberontak itu. Sebuah senapan laras panjang ditaruh di tangan Dax kecil dan dia dituntun untuk menembak satu persatu pembunuh keluarganya itu. Dan..raaaat taaaat taaat taat tat tat….semua pemberontak mati di tangan si Dax.

Kisah belum berakhir, Ayah si Dax, tuan Xenosm, sebenarnya lolos dari usaha pembunuhan itu dan lalu bergabung dengan kelompok Bandoleros, yaitu kelompok pemberontak revolusioner yang bergerilya melawan pemerintahnya sendiri. Bahkan ayah si Dax menjadi tangan kanan sang pemimpin gerakan pemberontakan. Tagal itu, Dax ikut bergabung bersama Bandoleros. Dia bertumbuh menjadi seorang remaja dan akhirnya pemuda yang tangguh tetapi kejam dan bengis tak terkira. Dalam satu kesempatan, Dax tertangkap bersama kakeknya. Di depan prajurit pemerintah keduanya berlagak tidak saling mengelnal. Untuk mengujinya, si Dax diperintahkan untuk menembak mati sang kakek. Lalu, tanpa berkedip Dax menembak mati sang kakek. Kepala kakeknya ditembak tepat di antara kedua mata kakeknya. Setelah melewati berbagai pertempuran yang berbahaya, akhirnya kelompok pemberontak menang. Sang pemimpin Bandoleros menjadi El Presidente dan tuan Xenosm, ayah Dax, menjadi tangan kanannya. Si Dax menjadi putera orang yang sangat berpengaruh di negerinya. Fat Cat menjadi pengawal pribadinya. Satu ketika, Dax dan Fat Cat berjalan-jalan take a pleasure di Ibu Kota. Tiba-tiba di kejauhan terlihat kerumuman orang banyak . Ada keriuhan di sana. Dan terjadilah percakapan berikut ini:

Fat Cat (FC): ada apa di sana?

Dax: tampaknya ada kerumunan orang mencegat kita…mereka mengemis….
FC: ah…CAMPESINOS…..(sambil meludah)
Dax: mengapa mereka mengemis?
FC: (sambil mengangkat bahu)…mereka selalu mengemis…
Dax: mereka bilang mereka lapar…..
FC: mereka memang selalu lapar….(sambil tersenyum sinis)..
Dax: …tapi seharusnya kan tidak boleh begitu?…Bukankah kita mengadakan revolusi untuk menghapuskan hal-hal begini?….
FC : (tertawa heran sambil menatap Dax)….Sahabatku, aku sendiri sudah mengikuti 3 kali revolusi. Tidak satupun yang membuat CAMPESINOS itu kenyang. Barangkali mereka memang diciptakan untuk mati kelaparan…
Dax:…lalu untuk apa kita berperang selama ini?????….
FC: ..supaya kita tidak usah menjadi seperti mereka….supaya kita tidak perlu mengemis untuk mengisi perut. Supaya kita tidak perlu menjadi campesinos, manusia lapar itu. Saya kira itulah jawabannya….

Sekarang, sudahkah anda bingung? Apa kaitannya antara Campesinos dan Natal? Begini:

Natal adalah peristiwa revolusioner. Ketika itu dunia tertawan oleh kekuasaan dosa dan maut. Bertahun-tahun perjuangan para nabi dan utusan-utusan Allah hanya menghasilkan efek yoyo. Naik turun tak keruan. Selesai satu pertobatan, kuasa dosa berkuasa lagi. Dosa tak pernah benar-benar kalah. Dosa tak ada habis-habisnya. Lalu, Allah secara sepihak memutuskan untuk berinkarnasi menjadi manusia, dalam rupa Yesus, memimpin langsung revolusi melawan kejahatan kerajaan dosa. Allah bertempur. Tak bedanya dengan apa yang dilakukan oleh Dax dan kelompok Bandoleros yang juga meyakini bahwa mereka sedang bertempur melawan kejahatan. Betulkah tak berbeda? Nanti dulu.

Dax dan Bandoleros menempuh jalan kekerasan, dendam, dan kebengisan dalam revolusi mereka. Lantas apakah tujuan revolusinya tercapai? Tidak. Hasil revolusi ternyata hanya berupa perut sang pahlawan yang tidak lapar lagi. Badan mereka wangi. Dari mulut mereka menebar aroma mabuk. Mabuk kekuasaan. Campesinos tetap ada. Mereka masih ada memenuhi takdir mereka, yaitu lapar dan menderita. Lalu, mati tanpa pilihan. Tanpa jalan keluar.

Sebaliknya adalah Yesus dan murid-murid-Nya. Jalan revolusi mereka adalah jalan hati. Jalan cinta. Pertempuran Yesus bukan dengan jalan menumpahkan darah orang lain tetapi adalah darah sendiri yang terkuras habis. Dengan jalan ini, semua Campesinos tidak harus mati dalam takdir dosa, lapar dan sengsara. Sekarang ada jalan keluar. Selalu tersedia peluang. Di antara negeri dosa dan negeri bahagia sudah terbangun jembatan yang didirikan Yesus. Bahkan, Yesus sendirilah Jembatan itu. Para Campesinos yang mau meniti jembatan itu pasti bisa keluar dari negeri dosa. Campesinos yang tetap Campesions seumur-umur adalah mereka yang menolak meniti jembatan itu.

Sekali lagi, bagi Campesinos yang bersedia meniti Jembatan, ada kebebasan baginya dari cengkeram dosa. Selalu ada jalan keluar

Dan semua perjuangan revolusi Allah, dalam rupa Yesus, dimulai dari sini, yaitu di Malam Natal. Malam ketika Yesus, yang mau berjuang bagi Campesinos, tidak datang dalam rupa tentara bersenjata laras panjang. Yesus Sang Pahlawan itu ternyata datang dalam rupa: CAMPESINOS. Inilah tandanya: …..Bayi Kecil yang lahir di kandang domba. Dibungkus kain lampin. Dan ditemani bintang-bintang di langit…….

Persis nasib para Campesinos homeless yang tidur beratapkan langit malam yang gelap. Cuma jangkrik malam temannya. Hanya bintang kecil sahabatnya. Jadi, bagi seluruh Campesinos di mana saja, mari bergabung merayakan Natal. Peristiwa yang membawa harapan. Hari yang membawa peluang, yaitu ada jalan menuju Allah. Jalan itu bukan jalan dunia melainkan jalan Ilahi. Jalan Damai. Jalan keselamatan.

Soalnya adalah: siapakah para Campesinos itu? Seharusnya anda dan saya. Jika anda berpendapat bahwa dalam golongan Campesinos tidak terdapat anda di sana maka pasti sayalah sendirian si Campesinos itu. Betulkah?

Selamat Natal Puan. Selamat Natal Tuan
(selamat Natal Ayahanda. Selamat Natal Ibunda)

Dear sahabat Blogger,

Posting kali ini bersifat MMD, main-main dikiiiiiitttttt…ajah….ha ha ha ha. Why? Sederhana saja: saya lagi enggak mood menuliskan sesuatu yang serius. Terlampau banyak pekerjaan serius yang harus saya tangani dalam minggu-minggu belakangan ini. Ibunda yang sakit dan memerlukan perhatian agak lebih ternyata ikut menerbangkan “bahan-bahan serius” yang akan saya posting. Ya, sudahlah. Karena ada kebutuhan untuk “tidak mengabaikan” sahabat-sahabat blogger maka saya memutuskan untuk menulis sesuatu yang agak serius tetapi tidak serius-serius amat. So what? Serius atau main-main. Sungguhan atau bercanda? Jujur saja, saya menuliskannya secara serius…….Eh, nggak kok, cuma main-main…… Lho, serius atau bercanda?……sak karep-mu lah bro en sis……Pokoknya, saya akan menulis dan dimulai dari kisah berikut ini, yang saya ambil dari sebuah folklore Afrika Barat. Begini:
Alkisah pada suatu hari Tuhan berjalan-jalan di bumi menyamar sebagai seorang gelandangan tua dengan memakai sebuah topi berwarna. Ia memakai topi yang satu sisinya berwarna merah, sisi lain putih, depannya hijau dan di belakangnya hitam. Tuhan mendatangi sekelompok orang disebuah desa yang sedang bekerja dan memutuskan untuk bersenda gurau dengan mereka. Karena pembicaraan sangat menarik, semakin malam semakin banyak orang berdatangan mengerumuni Tuhan dan mendengarkan kisah-kisah menarik dari-NYa. Beberapa hari kemudian orang-orang desa kembali membicarakan orang tua yang mendatangi mereka beberapa hari yang lalu itu.

“Apakah kau melihat orang tua bertopi putih yang bercerita malam itu?” tanya orang pertama.
“Putih???Bukan, warna topinya merah” orang kedua menjawab.
“Jangan begitu…warna topinya putih” kata orang yang pertama “jelas-jelas putih…”
“Bukan….” sanggah orang yang kedua. “Saya melihatnya sendiri dengan kedua mata saya dantopi itu jelas berwarna merah.”
“Kamu pasti buta!” kata orang yang pertama.
“Enak saja….tidak ada masalah dengan mata saya” ujar orang yang kedua dengan suara yang mulai meninggi “pasti kamu yang sedang mabuk!”
“Kalian berdua memang buta!” tiba-tiba orang yang ketiga ikut berbicara “ Orang tua itu
jelas-jelas memakai topi berwarna hijau.”
“Ada apa dengan kalian ini?” ujar orang yang keempat. “Topinya berwarna hitam dan semua orang bisa melhat warna itu. Kalian pasti setengah tertidur ketika Ia bercerita malam itu. Betapa bodohnya kalian.”

Perseteruan antara mereka soal warna topi Tuhan terus terjadi hingga tanpa disadari kelompok orang didesa itu yang sebelumnya hidup dengan berteman dan rukun berubah menjadi permusuhan. Perseteruan tersebut masih terjadi sampai hari ini, turun temurun kepada anak cucu mereka. Pembenci putih melawan pembenci merah, pembenci hijau melawan pembenci hitam, merah lawan hijau, hitam lawan merah dan seterusnya – masing-masing bersikukuh dengan apa yang mereka lihat, tidak mau dibantah mengenai warna topi yang dipakai oleh Tuhan. Sementara itu, Tuhan sampai saat ini masih sering berjalan-jalan di desa tersebut dan sekitarnya, dalam penyamaran, tapi ironis dan sedihnya, sekarang para pembenci gila tersebut terlalu sibuk mempertahankan argumentasi mereka, sehingga tidak memperhatikan lagi…..

Begitulah sahabat blogger ceritera itu. Ceritera di atas sebenarnya ingin berkisah tentang pluralisme dan persepsi kita terhadapnya. Betul. Tetapi bukan tentang itu saya ingin berkisah. Point saya ada pada kata bersenda gurau (lihat kata yang dicetak tebal berwarna). Ya, Tuhan, dalam ceritera di atas, ternyata bisa bercanda. Apakah Tuhan bercanda?

Persepsi kita tentang Tuhan pada umumnya adalah tegas, serius dan tidak mau ber-dua-rius. Tuhan itu maha adil. Tuhan itu bisa marah dan murka. Tuhan itu bisa cemburu. Tuhan itu…Tuhan itu….Tuhan itu……semuanya serius. Apalagi, menurut Thomas Aquinas, hukum Tuhan bersifat Lex Divina. Tidak bisa diprotes. Woowww….kesan keren, mentereng dan JA’IM erat melekat dengan persepsi kita tentang TUHAN. Kagak boleh dibecandain. DOsa lu. Kuwalat ente ntar. Betul begitu? Mei yes mei be no.

Begawan Fisika, Einstein pernah berujar begini…Tuhan tidak bermain dadu dengan alam!” ….untuk membela pandangannya tentang alam universal yang dapat diperkirakan dan ditentukan. Sebaliknya, bermula dari Werner Heisenberg, lalu mempengaruhi Niels Bohr dan, akhirnya, Stphen Hawking percaya bahwa Alam universal adalah ketidak pastian (chaos theory). Jika Eisntein berpandangan bahwa begitu seriusnya Tuhan maka Hawking sebaliknya. Kata Hawking…. “Tuhan tidak hanya bermain dadu. Ia bahkan melemparnya ke tempat yang tidak kita ketahui.”…..Ya, Tuhan suka bercanda. Meskipun bukan murid dari Heisenberg dan Hawking, Didik Ninik Thowok, pesohor ahli menari itu dalam sebuah kesaksian yang baca dalam sebuah blog (sori lupa nama blognya) mengatakan begini….”saya percaya, kesuksesan dan kebahagiaan saya adalah jawaban Tuhan atas semua doa-doa saya. Sekarang tidak ada lagi yag bisa menghina saya karena menarikan tarian perempuan. Ya, Tuhan selalu menguji saya sampai batas waktu terakhir. Sampai-sampai, setiap kali saya berdoa, saya tidak tahu apakah saya harus menangis atau tertawa. Memang, TUHAN ITU SUKA BERCANDA”…..Nah lo……

Kembali ke laptop. Tuhan itu serius atau suka bercanda sih? Karena saya tidak sepandai Einstein dan atau Hawking maka saya hanya ingin mengatakan begini, …..karena saya diciptakan Tuhan segambar dengan-Nya dan karena saya suka bercanda (meski bisa juga serius), maka saya percaya bahwa Tuhan kadang-kadang suka bercanda…..Anda tidak percaya? cobalah nikmati gambar-gambar berikut ini yang memperlihatlan bahwa DIA memang kadang-kadang bercanda dengan kita.

Belum percaya? Saya beri 1 argumen sesuai dengan referensi yang saya punya…..Dia, yang bersemayam di Sorga, tertawa………(Mazmur 2:4). You see??????? So, jangan telalu serius dalam hidup. Santai sedikitlah. Terrtawa dan bercanda-lah. Hidup sudah teramat berat dengan aneka problematikanya. Maka,……sekali lagi…….bercandalah barang satu atau dua dikit. Saya amat serius tentang hal ini. Selamat berhari Minggu. Tuhan Memberkati.

Tabe Puan Tabe Tuan

Bapa Kami adalah Bapa
yang, mUNgkIn, suka menyanyikan lagu
“Que Sera Sera What Will Be Will Be”

Siang tadi ketika kembali dari Kampus, tidak banyak yang saya lakukan. Agak pening karena belum sembuh benar dan oleh karenanya saya makan siang dan minum obat. Setelah itu tidur. Bangun tidur, saya segera menghampiri laptop untuk membuka blog. Kalau-kalau ada kabar baru dari para sahabat. Setelah blog terbuka, saya segera membuka jendela komentar dan…wwwoooihhhh……saya agak terkejut. Mungkin lebih tepat: saya merasa surprise karena ada banyak komentar di posting terakhir saya. Ada sekitar 50 buah komentar dan semuanya bagus. Menyenangkan hati. Mengharukan. Ah….betapa besar perhatian sahabat-sahabat terhadap saya. Luuaaarrrrr biiiaasssssaaaaaaaa. Terima Kasih sahabat. Tuhan Memberkati. Selesai? Belum.

Ada satu komentar yang agak lain. Epilog komentarnya bisa saja dan saya tahu dari siapa. Rupa-rupanya saya mendapat kiriman ucapan selamat HUT dari seorang sahabat lama. Seorang yang tidak suka identitasnya diungkapkan. Saya tidak bisa “melanggar” kesepakatan itu. Tetapi sedikit informasi barangkali boleh juga, yaitu bahwa beliau adalah seorang yang pintar. Tinggal di Bandung bersama keluarganya. Sedikit lebih berumur dibandingkan saya. Tetapi bukan epilog dan atau sosok pengirimya yang membuatnya “agak lain. Bukan. Isi komentar itu, para sahabat. Ya, isi komentarnyalah yang membuat saya merasa agak lain. Bung Paul mengirimkan doa bagi saya berupa Do’a Bapa Kami dan doa itu ditulis di dalam bahasa Sunda. Woooowwww kereeeeeennnnn. Apakah karena ditulis di dalam bahasa Sunda maka dia menjadi keren? Awalnya ia tetapi belakangan bukan itu. Nah, inlah yang ingin saya renungkan pertama-tama bagi saya sendiri dan jika sahabat sekalian mau, ya silakan merenungkannya juga.

Tetapi ketika saya mulai mengetik bahan renungannya, saya tergelitik untuk mencari beberapa sumber dan akhirnya…..gotttcccchhaaaaaaa……saya menemukan transkrip doa Bapa Kami di dalam bahasa Arab + versi kaligrafinya. Bahan ini saya temukan di alamat berikut ini: http://www.christusrex.org/www1/pater/JPN-arabic.html. Anda tentu akan bertanya, mengapa saya menampilkan ini. Saya hanya bisa menjawab bahwa saya senang untuk menampilkannya. Cuma itu. Bagi saya, inilah bukti bahwa Tuhan yang saya sayangi itu ternyata mampu menyapa kita dalam cara apa saja yang DIA mau. Jikalau hari ini BELIAU ingin menyapa saya dalam bahasa Arab, mengapa tidak? Jika besok dia menyapa kita dalam bahasa Sabu, bahasa Sunda, Bahasa Jawa, Bahasa Inggris, Bahasa Jerman, :mengapa tidak? Nikmatilah berkat SAPAAN TUHAN hari ini. Untuk hari ini. Besok? DIA akan menyapa dengan cara lainnya. Cara yang DIA mau karena DIA adalah Tuhan. DIA berkuasa. DIA berdaulat. Kitab Yunus 1:4, 9 dan 17 memperlihatkan contoh bahwa Allah sungguh berdaulat. DIA bisa berbuat apa saja yang DIA mau. Filsafat Stoa dan Epikurianisme adalah sekolah filsafat pada zaman dulu yang mempercayai Allah berdaulat penuh dan manusia tidak dapat berbuat apa-apa. Pernah tahu dan mendengar lagu yang berjudul “Que sera sera, what ever will be, will be”?. Ya, apa yang terjadi, terjadilah. Itulah Kedaulatan Allah.

Lantas, apakah DIA berdaulat untuk berbuat JAHAT? Oh, lain kali kita renungkan bersama. Hari ini, cukuplah kita menikmati sapaan Allah di dalam Bahasa Arab. Sapaan mengenai Doa Bapa Kami. Bahkan saya juga memutuskan menunda membuat perenungan khusus tentang Doa Bapa Kami. Lha, kapan dong??????? Hmmmmmhhhh….CARPE DIEM. Nikmati dahulu hari ini hi hi hi hi……Amin.

Eh, ngomong-ngomong apa arti kaligrafi dan tulisan di atas ya?????? Nih, saya kasiiiihhhhhkan…..

Pater noster, qui es in caelis
Sanctificetur nomen tuum;
Adveniat regnum tuum,fiat voluntas tua,
Sicut in caelo et in terra
Panem nostrum quotidianum da nobis hodie,
et dimitte nobis debita nostra,
sicut et nos dimittimus debitoribus nostris.
Et ne nos inducas in tentationem
sed libera nos a malo.
Amen.
Our Father Who Art in Heaven
hallowed be Thy Name
Thy Kingdom come, Thy Will be done,
on Earth, as it is in Heaven.
Give us this day our daily bread,
and forgive us our trespasses,
as we forgive those who trespass against us.
And lead us not into temptation,
but deliver us from evil.
[For thine is the kingdom, and the power, and the glory,
for ever and ever.]
Amen.
Bapa kami yang di sorga,
dikuduskanlah nama-Mu.
Datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu,
di bumi seperti di sorga.
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya,
dan ampunilah kesalahan kami seperti kamipun mengampuni
orang yang bersalah kepada kami.
Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan,
tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.
[Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]

Sahabat Blogger,

Rupa-rupanya blog ini mulai lebih berwarna. Tidak didominasi 1 warna saja. Monoton. Sekarang saya memberi kesempatan kepada sidang pembaca untuk mengetahui apakah saudara Wilmana (nah, anda betul menebak kali ini) mampu ber-evolusi (ha ha ha tema ini sensitif ya ha ha ha) dari seorang komentator menjadi penulis. Mampukah saudara Wilmana memberi warna lain pada blog ini? Di tangan saudara-saudaralah penilaian itu berada. Saya? Ah, saya mau melanjutkan perenungan saya…atau….. aakkkhhhh…karena ini weekend maka saya mau bemalam mingguan dengan ex pacar saya yang sekarang sudah hampir menjadi nenek-nenek …..hi hi hi hi hi …..(tuh gambarnya ada di bawah gambar cowboy mikerk)
Selamat membaca ya,……. saya asssssooooyyyy ggeebbboooyyyy dulu neeeehhhh…….

PIKUL SALIB Sebagai Suatu Strategic-Based Behahvior

Sidang Pembaca yang terhormat,

Hari ini adalah Sabtu, yang berarti hari persiapan bagi kaum kristen dalam rangka menyongsong hari Minggu, sebagai hari beribadah bagi mereka. Faktanya, ada banyak hal yag dilakukan oleh orang kristen di hari Sabtu. Kebanyakan dari mereka terjebak dalam propaganda kaum kapitalis untuk menikmati hari Sabtu sebagai hari libur, pergi ke pusat-pusat hiburan bahkan sampai jauh malam dan mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk membeli berbagai bentuk hiburan yang ditawarkan. Jadi, jika disurvey maka saya hampir yakin bahwa hanya sedikit orang Kristen yang mempersiapkan diri secara serius menyongsong hari minggu yang secara dogmatis mereka imani sebagai “harinya Tuhan”.

Meski harus saya kaui bahwa saya ini lebih sering bertindak layaknya kaum hedonist di hari Sabtu, tetapi kali ini saya pingin meluangkan waktu untuk berbagi dengan Sidang Pembaca mengenai sesuatu yang mungkin bermanfaat untuk bekal di hari minggu besok. Paling tidak, apa yang saya tulis ini bisa menjadi batu peringatan bagi saya pribadi dan syukur alhamdulillah jika berguna juga bagi Sidang Pembaca sekalian. Mari kita mulai.

Apa itu Salib?
Hampir tidak ada orang kristen yang tidak mengenal istilah “pikul salib” ini. Bahkan anak-anak TK yang rajin ke sekolah minggu, pasti kenal dengan istilah populer ini. Jadi mungkin hanya anak-anak yang malas ke sekolah minggu sajalah yang tidak mengenal istilah ini.

Berbicara mengenai “pikul salib”, ada dua kata yang masing-masing memiliki arti tersendiri bagi orang kristen. Tetapi fokus utama biasanya ada pada kata “salib”. Jika kita membaca kitab suci Perjanjian Baru (PB), terutama Injil-Injil sinoptik, kita akan menemukan cukup banyak kata ini di sana. Kata “salib” ini begitu terkenalnya di dunia sehingga International Standard Bible Encyclopedia (ISBE) menyebutkan demikian, No word in human language has become more universally known than this word, …, dst. Saya pikir, ISBE pasti benar karena kata ini memiliki kaitan erat dengan peristiwa kematian Yesus Kristus 2000-an tahun yang lalu di Yerusalem.

Kata ini tidak dikenal dalam bahasa Ibrani dan karena itu tidak ditemukan dalam kitab suci Perjanjian Lama (PL). Salib adalah terjemahan dari kata latin, “crux”. Dalam bahasa Yunani disebut, “stauros”, atau seringkali kita temukan dalam PB disebut juga “skolops” sebagai kata lain dari stauros. Dalam beberapa catatan yang saya temukan, SALIB memiliki paling tidak empat bentuk yaitu “crux immissa” adalah bentuk salib seperti yang digunakan untuk menyalibkan Yesus. Ada “crux commissa” atau salib Anthony yaitu salib berbentuk huruf T. Lalu “crux simplex” yaitu salib yang hanya terdiri atas satu tiang. Terakhir adalah “crux decussata” atau salib Andrew yaitu salib berbentuk huruf X.

Mengenai pengertian kata “salib” sendiri, saya temukan penjelasan singkat tapi jelas dalam Bible Dictionary oleh Andrew Robert Fausset sebagai berikut, The instrument of a slave’s death, associated with the ideas of pain, guilt, and ignominy. Jadi, semacam alat untuk menghukum mati para budak yang divonis bersalah. Tapi dalam Smith’s Bible Dictionary by Dr. William Smith, saya menemukan penjelasan tambahan bahwa salib juga belakangan digunakan oleh Penguasa Romawi untuk menghukum mati para Penjahat atau Pembunuh. Secara umum kita tahu sekarang bahwa salib adalah sesuatu yang berhubungan dengan perilaku melanggar hukum atau istilah lasimnya yaitu, DOSA.

Salib Dalam Pandangan Kristen
M.G. Easton M.A., D.D. dalam Illustrated Bible Dictionary, melaporkan bahwa setelah Kaisar Konstantin menjadi penganut agama Kristen, salib lalu secara resmi digunakan sebagai simbol kekristenan. Penjelasan yang agak rinci saya temukan dalam ISBE. Di sana disebutkan bahwa pada dasarnya makna salib ini dapat dipetakan ke dalam dua pandangan besar yaitu: (a) makna esktra Alkitab dan (b) makna yang bersumber dari Alkitab.

Makna Ekstra Alkitab
Penggunaan salib dapat ditemukan simbol simbol-simbol dari beberapa peradaban kuno. Bagi orang-orang mesir kuno, salib adalah simbol kesucian dan keabadian yang ditemukan dalam kuil Serapis. Juga di kalangan orang Yunani dikenal salib dalam bentuk huruf T.

Spaniards menemukan bahwa salib juga dikenal oleh orang Meksiko dan Peru, sebagai simbol empat elemen (udara, air, tanah, dan api), atau simbol empat musim, atau simbol empat arah mata angin.

Makna Alkitabiah
Penderitaan dalam peristiwa penyaliban telah membuat secara alamiah salib dimaknai sebagai lambang kesusahan, kesakitan, kesedihan, kekecewaan, kegelisahan dan berbagai bentuk beban hidup lainnya yang menimpa setiap orang. Karena itu, Yesus lalu menggunakan makna ini dalam pengajaran kepada para murid-Nya (mhn baca sendiri: Matius 10:38 dan 16:24). Dalam literatur Paulinis, salib digunakan sebagai alat pengajaran doktrin pencerahan/atonement (baca: I Kor 1:18; Gal 6:14; Flp 3:18; dan Kol 1:20). Bagi Paulus, salib menggambarkan hubungan persekutuan antara Yahudi dan no-Yahudi (bc: Ef 2:16), orang percaya dengan Kristus, dan juga simbolisasi orang-orang yang taat/kudus (bc: Gal 5:24).

ISBE menyimpulkan bahwa salib adalah pusat dan koridor ajaran dan tradisi para Rasul, serta pedoman hidup para Jemaat mula-mula. Paulus mengajarkan bahwa salib Kristus mengubah sakit-penyakit menjadi berkat (bc: Gal 3:13-14).

Sidang Pembaca yang terhormat, eksplorasi Alkitab yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa salib bagi orang kristen adalah lambang kesulitan hidup yang melanda setiap mereka. Salib adalah tatanan nilai kristiani yang diteladankan Kristus sepanjang hidupnya yang berakhir pada via dolorossa dan berpuncak pada Golgota. Kerelaan dan keikhlasan menanggung beban hidup demi kasih-Nya kepada manusia. Asal orang lain bisa merasakan kedamaian, ketentraman hati, dan keselamatan, Dia rela untuk menderita bahkan menderita sampai mati di di golgota.

Strategic-based Behavior
Ungkapan ini seringkali digunakan oleh mereka-mereka yang berkecimpung di dunia manajemen dan tata kelola (governance). Lho, lalu apa hubungannya dengan urusan pikul salib? Kok ujug-ujug (buat yg gak ngerti, ini bahasa sunda artinya, “tiba-tiba”) ngomong manajemen di sini? Apa hubungannya dengan iman kristen yang dogmatis?

Sidang Pembaca yang saya hormati, pikul salib itu adalah sebuah perilaku kristiani. Saya melihat ada hubungan antara pikul salib ini dengan strategic-based behavior. Tapi, sebelum lebih jauh mengenai hubungan itu, saya pingin jelaskan dulu apa itu strategic-based behavior yang saya ketahui.

Strategi-based behavior ini adalah ungkapan yang digunakan orang-orang manajemen untuk menggambarkan hubungan antara tindakan dilapangan dengan perencanaan yang dibuat. Orang-orang manajemen percaya bahwa pencapaian tujuan hanya dapat berhasil baik jika tujuannya dapat dijabarkan menjadi strategi. Strategi yang baik adalah yang dapat dipraktekkan dalam aksi-aksi nyata di lapangan karena memiliki indikator-indikator yang jelas sebagai ukuran keberhasilan. Dengan demikian, tindakan-tindakan yang mengarah pada pencapaian tujuan adalah tindakan yang selaras dengan strategi yang ditetapkan.

Sidang Pembaca sekalian, dengan demikian bahasa ringkasnya, strategic-based behavior adalah suatu bentuk sikap dan tindakan seseorang atau sekelompok orang yang selaras dengan misi atau peran yang sementara diemban oleh mereka. Strategic-based behavior pada dasarnya adalah bertindak selaras dengan tujuan atau misi yang diemban. Tentu, strategi yang adalah penjabaran misi sekaligus sebagai kerangka untuk bertindak harus selaras pula, toh…

Strategic-based Behavior dan Pikul Salib

Lalu apa hubungannya dengan pikul salib?

Yesus bersabda, “dan orang yang tidak mau memikul salibnya dan mengikuti Aku tidak patut menjadi pengikut-Ku” (Mat 10:38). DR John Gill dalam John Gill’s Exposition of the Entire Bible, menjelaskan bahwa dengan menggunakan makna salib, Yesus menginginkan bahwa setiap orang kristen harus melaksanakan misinya, yaitu bersaksi tentang Injil Kerajaan Allah, dengan cara siap menderita demi kesetiaan meneladani Kristus yang sudah terlebih dahulu melakukan misi itu.

Apa itu teladan Kristus? Yaa setia dan konsisten pada misi-Nya. Apa misi yang diemban Kristus? Rasanya kita tidak lupa bahwa Kristus datang untuk menciptakan perdamaian manusia dengan Allah dengan nyawa adalah harga tebusan. Dengan demikian, kita tahu bahwa penderitaan Kristus pada via dolorossa bukanlah sebuah kekonyolan yang fatalistis. Karena misi-Nya ke dunia ini memang untuk mati seperti itu.

Jadi, hikmah dari pikul salib yang Yesus tunjukan saat itu adalah bukanlah pada aksi pembiaran diri untuk dianiaya dan dipukuli tanpa melakukan pembalasan, tetapi justru pada ketataan dan konsistensi pada misi-Nya. Pembiaran diri untuk dianiaya, kita tahu hanya terjadi pada saat itu. Sebelum dan sesudahnya, Yesus tidak pernah mengijinkan hal yang sama terjadi lagi. Kenapa? Karena situasi berbeda dan misi yang diemban juga berbeda pula. Jika sebelum peristiwa penyaliban, Yesus tidak pernah membiarkan kaum Farisi bertindak kejam terhadap diri-Nya, maka sesudah itupun reaksi Yesus atas tindakan kejam Paulus misalnya, tidak dalam bentuk pembiaran. Jadi, ada fenomena situational acion di sini, yaitu bertindak dengan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dan strategi saat itu.

Sidang Pembaca yang saya hormati. Kita tahu sekarang bahwa makna pikul salib yang diteladankan oleh Yesus adalah bahwa setiap orang kristen harus siap bertindak selaras dengan misi dan strategi yang sedang diembannya. Misi Yesus adalah mati karena menanggung siksaan akibat dosa-dosa manusia. Karena itu peristiwa penyaliban terhadap-Nya adalah strategi guna pencapaian misi tersebut. Karena itu pula, keliru sekali jika kita memaknai “pikul salib” dalam arti pembiaran terhadap kesewenangan. Penderitaan yang harus dialami adalah konsekwensi dari misi dan strategi, tetapi itu bukanlah misi dan strategi itu sendiri.

Jika begitu, maka mulai hari ini seharusnya anda lebih ikhlas dan cerdas untuk memikul salib dan mengikuti Yesus. Ingatlah pada misi anda pada saat itu, buatlah strategi sebagai kerangka tindakan, dan bertindaklah selaras dengan itu. Siap-siaplah menanggung segala konsekwensinya, karena itulah makna sesungguhnya dari “pikul salib”.

Selamat Pikul Salib!

Dina Rade adalah anak bungsu dari pasangan Robert Riwu Kaho (almarhum) dan Agustin Sabartinah Soedarjat. Ya, pembaca betul karena Dina adalah adik kandung saya. Dia anak ke-12 dari 12 orang bersaudara. Jadi, orang ini hanya punya kakak. Tidak punya adik. Kacciiiiaaaannnn…Akibatnya, Dina agak manja dan juga, agak pelit (wah, gawat). Perhitungan, katanya.
Tetapi hari ini dia tidak sedang “kumat”. Dina mengirimkan satu buah doa. Mula-mula hanya untuk saya. Lalu, setelah saya pikir, doa ini ada baiknya disebarkan kepada mereka yang meyakininya. Doa ini sederhana, siapakah yang bisa tampil glamorous di depan Tuhan, tetapi inilah permintaan hari ini. Ya, hari ini. Oh, ya seorang sahabat menulis dalam komentarnya begini: “mulailah hari ini dengan sebuah do’a”. Wah, mungkin Roh Kudus yang membisikan kepada saya untuk memulai bekerja dengan terlebih dahulu berdoa. Lantas, Roh Kudus membisikan kepada Dina: kirimkan kakakmu sebuah do’a. Terima kasih Sahabat. Terima Kasih Dina.

DOA SATU MENIT

Tuhan Yesus,

Terima kasih Tuhan untuk cinta kasihMu bagiku.

Engkau sudah menjaga dan memelihara diriku dan

keluargaku ini hari lepas hari, kami hidup aman

dalam lindunganMu dan berkatMu berlimpah dalam

hidup kami.

Akupun bersyukur Engkau masih memberikanku pekerjaan

dan aku masih menerima gaji yang dapat kugunakan

untuk memenuhi kebutuhan diriku dan keluargaku,

dan untuk menolong sesamaku.

Di tengah situasi ekonomi yang semakin sulit ini,

aku sangat menyadari dan prihatin dengan kehidupan

di negara ini, akan semakin banyak orang miskin,

akan semakin banyak mereka yang hidupnya terlantar,

dan bahkan mungkin terancam pemutusan hubungan kerja

karena perusahaannya pailit

Oh… Tuhan…

kepadaMulah aku memohon agar Engkau menolong

bangsa ini, Engkau memberikan kekuatan kepada kami

semua untuk mampu bertahan dalam situasi sulit ini,

dan semakin bergantung kepadaMu Tuhan.

Tolonglah sesamaku yang hidupnya susah,

yang untuk makan hari ini saja sulit,

bukakanlah jalan bagi mereka.

Gerakkanlah hatiku dan seluruh umatMu juga Tuhan,

untuk bukan hanya sekedar prihatin dengan keadaan ini,

tapi juga mengulurkan tangan membantu mereka

yang susah.

Engkau sudah memberkati kami, dan kamipun mau

menjadi berkat bagi orang lain juga.

Terima kasih Tuhan Yesus

Di dalam namaMu, aku panjatkan doa ini

Amin

Sobat Blogger Yang tercinta, saya ingin menghentikan sejenak perbincangan dalam topik Perubahan. Ada apa ini. Semua berawal dari 1 buah SMS yang saya terima hari senin tanggal 9 Juni 2008 sore yang bunyinya begini:

Berita Duka: telah kembali ke Rumah Bapa di Surga mama Mariana Nahak ibunda dari Ibu Tori Ata di RS Bayangkara Kupang jam 11.21 WITA. (Yunus Takandewa)

Lalu, pada tanggal 10 Juni 2008 saya menerima lagi 1 buah kiriman SMS yang berbunyi:

Duka cita kami terdalam. Telah dipanggil sang Khalik Agung, Ibunda kami tercinta: Mariana Nahak Ata, senin 9 Juni 2008. Jenazah diantar ke Atambua siang ini. Salam duka. Tory Ata. (Ya, anda benar karena seperti yang sudah tertera di dalam isi SMS itu nama si pengirim yaitu Tory Ata).

Berita kematian adalah biasa seperti juga begitu biasanya kematian itu sendiri. Ada pendapat bahwa mereka yang mau hidup harus siap untuk mati. Ya betul, konsekuensi dari hidup adalah mati. Jadi untuk apa berupaya keras menghindari kematian karena toh dia akan datang juga. Dalam disiplin ilmu-ilmu ekologi kematian tidak lebih dari bagian dari aliran energi dan siklus materi di dalam ekosistem alam. Sekali lagi, kematian adalah perkara biasa. Saya punya pengalaman sewaktu bepergian ke Aceh. Ketika itu saya bertemu dengan seseorang yang dengan tenang dan biasa-biasa saja menceriterakan bahwa dalam peristiwa tsunami Aceh, dia kehilangan ayah, ibu, isteri dan 2 orang anaknya sekaligus. Cukup 1 kali tsunami, habislah seluruh keluarganya. Dapatkah anda membayangkan betapa mengerikannya kematian kala itu. Ada ratusan ribu orang mati dan hilang taktentu rimbanya hingga hari ini. Tetapi….hei….lihatlah wajah orang itu…….dia berceritera perihal kematian seluruh anggota keluarganya sambil menghembus-hembuskan asap rokok dengan pandangan mata yang biasa-biasa saja. Nyaris tanpa beban. Saya tidak bermaksud meremehkan kematian tetapi saya mencupli peristiwa itu hanya untuk mengatakan bahwa kematian sesungguhnya adalah barang biasa. Kalau anda bahagia dan senang menerima hidup maka jangan terlalu berduka ketika menerima kematian. Kalau anda menerima kelahiran seorang bayi bayangkanlah bahwa yang anda timang adalah mayat pada satu waktu kelak. Jadi, kematian? Biasa-biasa sajalah. Kelar perkara. Begitukah? Nanti dulu.

Soal lain adalah apakah hebatnya seorang Tory Ata. Apa luarbiasanya seorang Mariana Nahak Ata. Siapakah dia? Saya yakin, sebagian besar pembaca tidak mengenal nama-nama ini. Lalu, apa pentingnya bagi saya sehingga memposting sesuatu tentang ini sambil meninggalkan topik lama (pembaruan). Apakah karena saya pernah 4 tahun lamanya tinggal di Atambua? Tidak. Lalu apa? Tory Ata adalah seorang perempuan pegiat LSM di Kupang NTT. Saya mengenalnya ketika sama-sama terlibat sebagai tim penilai proposal-proposal pada LSM Yayasan Masyarakat Nusa Tenggara (Samanta) di mana saya berkedudukan sebagai Anggota Dewan Pakar. Kami saling menghormati profesionalisme di antara kami. Itu tentang Tory. Bagaimana tentang ibu Mariana Nahak Ata? Saya sama sekali tidak mengenalnya. Jadi?     Nah ini yang saya mau katakan: kematian adalah fenomena alam biasa tetapi bagi makhluk berakal dan berperasaan sekaligus seperti manusia, kematian bisa mendatangkan kesan tersendiri. Memang betul, kematian adalah persitiwa biasa. Itulah sebabnya kita bisa menonton peristiwa kematian ribuan bahkan ratusan ribu orang yang tergambar di layar televisi sambil menyeruput kopi panas pagi-pagi sambil berseloroh bersama isteri atau suami dan anak-anak. Cobalah merasakannya ketika si maut datang menghampir lingkungan terdekatmu. Apa komentarmu. Ketika kematian datang menghampir “serambi rumah”, saya betul-betul terhantam terjajar di tebing kesedihan. Dan…sulit berpulih dari kesedihan. Mengenaskan. Seorang rekan blogger bahkan “sampai hati” mengatakan bahwa saya ternyata berhati Rinto meski berwajah Rambo. Pas. Memang begitu. Itu sudah. Sahabat itu benar belaka. Singkat kata, kematian ternyata bukan sekedar peristiwa biasa. Tetapi apakah dengan begitu dia menjadi luar biasa? Nanti dulu.

Kembali ke teks ceritera saya. Secara manusiawi kematian Almarhum Ibu Mariana, ibunda Tory Ata, menjadi agak uni dan dramatis bagi saya karena begini: pada tanggal 21 April 2008 saya menerima sebuah SMS dari saudara Yunus Takandewa, sahabat LSM saya yang lain, yang mengabarkan meninggalnya ayahanda Tory Ata. Jadi, Tory Ata menjadi yatim piatu sekaligus hanya dalam selang waktu 40-an hari. Dramatis? Ya, tapi belum berpuncak. Segera setelah menerima pesan SMS dari Yunus, saya mengirim SMS ikut berduka cita kepada Tory. Lalu, 2 hari setelah kematian ayahanda Tory, ……………………………………….. ggggglllluuueeeeeggggerrrrrrrr…………………………gantian sayalah yang kehilangan ayahanda saya. Satu minggu kemudian saya menerima SMS tanda berduka cita dari Tory. Nah, sekarang berganti lagi, ibunya Tory berpulang. Lalu, apakah……?????? (wah, membayangkannya pun saya tidak berani). Inilah drama itu. Shakespeare: dunia ini panggung sandiwara ceriteranya mudah berubah. Dramatis. Tetapi apakah dengan demikian kematian lalu menjadi istimewa? Maaf, tidak. Lantas? Adalah ini:

Nietszche, anda sudah mendengarnya ketika membaca posting KASIH, mendasarkan teorinya tentang Tuhan yang mati, juga pada khotbah di Bukit. Apa katanya?

Khotbah di bukit adalah bukti paling nyata tentang mentalitas budak dan gaya hidup pecundang (loser) yang dibawa oleh ke-Kristenan dan telah meracuni peradaban manusia. Padahal dunia tidak membutuhkan budak melainkan Uebermensch (superman) yang mampu melakukan perkara mata ganti mata dan gigi ganti gigi (an eye for an eye).

Jelas sudah bahwa Nietszche menganggap bahwa ajaran Yesus adalah ajaran yang fatalistis. Lemah. Tak berguna bagi peradaban. Miskin kok berbahagia. Menderita kok berbahagia……. Gilaaaaa bueeneerrrr….Seorang sahabat blogger, beberapa kali tampak setuju dengan Nietszche ketika mengutip, entah melucu entah sinis, sebuah lagu Gereja yang berasal dari kumpulan lagu Gereja Kidung Jemaat…..saya mau ikut Yesus saya mau ikut Yesus sampai selama-lamanya….meskipun saya susah menderita dalam dunia……..Mental sontoloyo katanya. Betul begitukah? Tidak.

Kesalahan Nietszche dan rekan-rekan sepikirannya terletak pada cara meletakkan preposisi mereka. Disangkanya Kristiani mengajarkan cara berpikir fatalistis. Untuk mendapat kebahagiaan maka anda harus menderita. Biar hidup miskin, lapar dan tertindas tidak apa-apa yang penting bisa hidup dekat-dekat YESUS. Supaya bisa dekat dengan YESUS maka anda harus hidup sengsara seumur-umur. Supaya layak disebut mengasihi seperti YESUS maka biarkan pipimu ditampar bolak-balik tak karuan sampai bonyok. Tidak begitu bosz…….nyanda bagitu de pe cara bapikir. Yesus. Lalu, Paulus. Dan kemudian Calvin memberikan penjelasan yang teramat lain. Menurut mereka, hidup Kristiani dalam perspektif Khotbah di bukit adalah hidup yang positif dan optimis. Anda, saya dan kita semua berada di dunia yang penuh dengan serigala, onak dan duri. Untuk dapat mengalahkan dunia, anda harus berjuang. Anda harus bertarung. Anda harus bekerja. Bekerja adalah panggilan. A calling kata orang Inggris. Beruuf menurut lidah orang Jerman. Tetapi karena anda berada di dunia yang jahat dan penuh kedagingan maka tidak jarang perjuangan yang keras pun bisa berujung pada tantangan-tantangan. Kepahitan-kepahitan. Kesakitan-kesakitan. Penderitaan-penderitaan. Lelah dan putus asa. Dan lalu, ……kesedihan-kesedihan…….. Terkadang bukan sekedar kesedihan tetapi lautan kepedihan yang pekat. Amat pekat.

Naluri manusia ketika berada di dalam lubang sumur penderitaan yang dalam tanpa cahaya nan hitam pekat adalah takut, menyerah dan lalu…..ngacir ngibrit tunggang-langgang. Lalu, tujuan hidup melenceng ke sana-kemari. Panggilan gagal ditunaikan. Hidupmu hancur berantakan tidak ketulungan. Nah, ketika tak ada satupun pertolongan dunia dapat diharapkan, karena justru dunialah yang merupakan biang kerok penderitaan dan kesedihan, YESUS memberikan alternatif lain. Bangunlah dan teruslah bergerak. Aku akan menggendong kamu. AYO KAMU BISA karena AKU akan menolongmu. Ada kekuatan yang berasal dari-Ku dan akan Ku berikan kepadamu wahai anak-anak-Ku.

Di sinilah kebenaran Khotbah di Bukit harus diletakkan. Di sini pula-lah keindahan Kidung jemaat ”Saya Mau Ikut Yesus” akan dapat dirasakan. Merdu. Amat merdu. Di telinga dan juga di batin. YESUS tidak mengajak anak-anak-Nya untuk konyol menderita seumur-umur melainkan jangan pernah takut akan penderitaan. YESUS tidak ingin meilhat anak-anak-Nya kalah dan bertekuk lutut terhadap ketidakadilan dan kesedihan melainkan bangkitlah dan lawanlah dunia untuk menegakkan keadilan, menghapus penderitaan dan kesedihan. Di sinilah istimewa setiap kematian di dalam YESUS. Mengapa? Karena ketika ketidakadilan, luka, penderitaan dan kesedihan itu menghampirimu: please don’t so worry sir and sor (tuan dan nyonya ha ha): JESUS will hold you on. You can count on HIS shoulder to cry on and to carry away all your burden as well. DAN INGATLAH INI: semua pertolongan yang datang dari YESUS bersifat ILAHI, KUDUS dan KEKAL. So, buanglah pesimisme. Optimislah terus untuk bekerja dan berjuang. Tinjulah dunia ini dengan daya Ilahi yang berasal dari YESUS.

Maka, bagi mereka yang terbenam dalam kubangan kesedihan karena kematian orang-orang terkasih atau alasan apapun, mereka yang merasa pedih karena dikhianati teman, sahabat dan dunia, mereka yang penat dalam perjuangan hidup: jangan menyerah. Jangan mau dikalahkan dunia ini saudaraku. Berbahagialah saudara, teruslah berjuang dan bertarung melawan dosa dunia biarpun menderita dan sedih karena penghiburan, pertolongan dan penyertaan yang Ilahi akan ada bersamamu selamanya. Mulai sekarang sampai Maranatha……….paten………mantap……….canggiiiihhhh boossszzzzz……Wuuuiiihhhhhh…..

NB. Tulisan ini didedikasikan bagi mereka yang menderita dan berbeban berat seperti Tory Ata dan keluarga, anda semua, dan…batin saya yang masih saja terluka……