Hutan-KU. Hutan-MU. HUTAN KITA. Omong-omong, apa Indonesia masih punya Hutan? (SelAMat HUT 24 NORMAN)

Posted: Oktober 12, 2008 in Artikel
Tag:
Dear sahabat blogger,

Hari ini saya ingin menyuguhkan menu (posting) berupa sebuah artikel yang dikirim oleh Norman dari Jogakarta. Ya, anda betul dialah si penerus DNA saya yang saat ini sedang belajar tentang la condition humaine di UGM Jogjakarta. Universitas yang juga telah menghasilkan alumni dari DNA yang sama dengan Norman, yaitu SGT almarhum dan saya. Posting ini saya lakukan karena tepat hari ini, Norman bertemu dengan HUT-nya yang ke 24. Menurut salah seorang Pak Lik-nya, Vecky RK alias Wilmana, usia yang sudah mendakati 1/4 abad. Maka tanpa editing yang neko-neko, inilah Norman dan hutan-nya. Silakan dikritisi karena kemungkinan isinya cuma 1/2 benar he he he he he. Talk-talk apakah forest di Indonesia masih ada? Ya, begitulah. Masa’ begitu-dong?
HUTAN INDONESIA
DIANTARA HPH, UUD’45 PASAL 33 ATAUKAH MORALITAS?? (serta masalah-masalah lainnya)


Hmmmm….. dari judul di atas pasti langsung terbaca apa yang ingin saya sajikan. Betul, saya ingin berbicara mengenai hutan di Indonesia. Pertama-pertama, tentu sebagai orang beriman kita patut mengucap syukur ke hadirat…. eh maksud saya adalah pertama-tama tentu saya harus bilang kenapa saya mengangkat topik ini, setelah sebelumnya saya berbicara mengenai pertanian dan global warming. Tapi sebelum saya menjawab pertanyaan tadi, coba berapa di antara anda, yang secara jujur, menganggap hutan itu penting? Hmmm.. masih belum ada yang menjawab yah? Begini saja, yang menganggap hutan itu penting segera acungkan tangan ke atas.. Ayo… anak-anak… He..he. maksud saya apakah di antara kanjeng mas-mas atau mbak-mbak pembaca blog ini ada yang berpikiran sama seperti pemerintah kita yang “tak mau peduli” dengan kondisi hutan kita dan hanya melihat hutan itu sebagai “tambang hijau” penghasil uang. Sedih sekali.

Lho, dari tadi saya ngomong ngalor ngidul tapi belum memberikan alasan why topik ini dirasa penting. Begini, hutan itu punya arti penting (yah iyalah). Banyak sekali nanti selanjutnya baru akan saya jabarkan tapi pada intinya hutan itu penting. Please, tanamkan itu di pikiran anda sekalian maka kita akan selangkah lebih maju dibanding dengan pemerintah kita. Oleh karena sedemikian pentingnya sehingga hutan menjadi salah satu tertuduh ketika terjadi pemanasan global di bumi ini. Hmm… bagaimana menarikkah topik ini? Ataukah topik ini menjadi basi karena sudah sering sekali didengar? Eitssss… jangan dijawab dulu yah.. mari kita lanjut baca tulisan saya “Seri Selamat” jilid ketiga (saya mencontek apa yang dilakukan penulis idola saya Pendeta Andar Ismail dengan buku Seri Selamat jadi tulisan saya ini juga tentang Seri Selamat-Kan Hutan) Yuukkkk…….

Hutan di Indonesia identik dengan pola pengelolaan HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Pola ini sudah berlangsung sejak lama. Kalau saya tidak salah, pola HPH ini sudah berlangsung sejak tahun 1968 atau 40 tahun tahun yang lalu. Awiiiii…. jauh lebih tua dari umur saya sendiri. Tapi apakah pola ini berhasil jika kita melihat dari sisi seberapa banyak keuntungan yang disumbangkan pola HPH ini dan kondisi terkini hutan kita di lapangan. Sebagai info saja, hutan di Indonesia (merupakan tipe hutan tropis) dalam angka Statistik yang dikeluarkan FAO (2006) dimana laju deforestasi dari tahun 2000 hingga 2005 mencapai 1.8 juta hektar per tahun. Jumlah ini malah lebih sedikit dari jumlah yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan yaitu sebesar 2.8 juta hektar per tahun. Hal ini setara dengan US$4 miliar atau 40 triliun rupiah per tahun. Sekarang anda tinggal pilih mau saya sampaikan berita baik atau berita buruk duluan terkait data ini?? Oke, saya kasih berita baiknya dulu bahwa Untungnya….. Huffff (saya menarik nafas lega karena ada kata untungnya) Kita masih di urutan 2 di bawah Brazil dengan jumlah 3.1 juta hektar hutan hilang tiap tahunnya. Trus berita buruknya??? Namun demikian, luas hutan kita jauh lebih kecil dari Brazil. Sehingga laju penghancuran hutan kita jauh di atas Brazil yaitu 2% untuk kita dan 0.6% buat Brazil. and the result is kitalah yang tercepat untuk urusan rusak-merusak hutan. Olee… Oleee. Hidup Indonesia. Upssss…. Jujur saya dulu selalu berpikir bahwa masalah kehutanan hanya berkutat dengan masalah kebakaran hutan, illegal logging (pembalakan liar), dsb seperti yang saya sering baca di Koran. Ternyata belum berhenti disitu saja “nasib buruk” hutan Indonesia, ternyata ada lagi “kejahatan terselubung” yang sedihnya dilakukan pemerintah kita. saya berani bilang “kejahatan terselubung” karena sudah banyak sekali contoh. Neh, saya kasih sebagian “jab-jab ringan” (eman, 2008). Maksudnya saya kutip istilah jab-jab ringan ini dari komentar @eman dalam posting sebelum tulisan ini. Om eman beta pinjam ini istilah do eee. Hi..hi. HPH (Hak Pengusahaan Hutan) ini merupakan bentuk kerjasama pemerintah dengan pengusaha yang akan menggunakan hutan sebagai “lahan pekerjaan” mereka. Oleh karena itu, lahan hutan yang telah disepakati boleh dikonversi menjadi lahan hutan produksi. Nah, sampai disini semua kayaknya normal-normal saja, gak ada yang salah tuh. Ah ini bisa-bisanya Norman aja nih. Eittssss, Nanti dulu.

Dari konversi hutan diketahui, 15,9 juta hektar hutan alam tropis dibabat. Konversi hutan yang ditujukan untuk pembangunan kelapa sawit merupakan salah satu faktor peningkatan deforetasi di Indonesia. Sejak menjadi primadona, hutan seluas 15,9 juta hektar hutan alam tropis dibabat. Berbanding terbalik dengan luas lahan, konsesi yang telah ditanami justru tidak mengalami peningkatan berarti. Dari 3,17 juta ha pada tahun 2000, hanya mengalami peningkatan menjadi 5.5 jt ha pada tahun 2004. Lebih dari 10 juta hektar hutan ditinggalkan begitu saja setelah hasilnya “dipanen”. Tak jauh berbeda, persoalan lain muncul dari industri pulp dan paper. Industri ini membutuhkan setidaknya 27,71 juta meter kubik kayu setiap tahunnya (Departemen Kehutanan, 2006). Dengan kondisi Hutan Tanaman Industri untuk pulp yang hanya mampu menyuplai 29,9 persen dari total kebutuhannya, industri ini akan meneruskan aktivitas pembalakan di atas hutan alam dengan kebutuhan per tahun mencapai 21,8 juta meter kubik. Kayu ini diperoleh dari hutan alam milik afiliasinya maupun dari konsesi mitranya. Belum termasuk plywood dan industri pertukangan lainnya yang kemampuan HTI nya hanya mampu menyuplai 25 persen. Deskripsi di atas bertutur tentang dampak negatif kejahatan kehutanan di Indonesia. Jika dikalkuasi, akibat kejahatan kehutanan, seperti pembalakan liar, konversi hutan alam, dan sebagainya, Indonesia menderita kerugian ekonomis sebesar 200 triliun rupiah. Kerugian ini tak mencakup bencana ekologis yang ditimbulkan oleh kegiatan pembalakan liar, seperti banjir dan longsor yang kerap terjadi di pelbagai sudut Nusantara. Oleh karena kondisi ini maka diramalkan bahwa hutan dataran rendah non rawa akan hilang di Sumatera pada tahun 2010 dan jangan lupa bahwa 3 (tiga) daerah yang diramalkan akan terjadi penggurunan di Indonesia dalam beberapa tahun ke depan yaitu : (1) Sulawesi Tengah, (2) NTB dan………….. yang………… ketiga………. adalah NTT atau kurang puas Provinsi Nusa Tenggara Timur biar ko mata tabuka lebar. Coba bayangkan NTT yang kalau musim kemarau sa su macam ke “gurun” apalai kalau betul-betul terjadi penggurunan?? (coba tutup mata anda dan saya berikan waktu 1 menit untuk membayangkan…….. Aduh beta suruh membayangkan bukan ko tutup mata terus tidur He..He)

Apakah cukup “jab-jab” ringan tadi??? Nih saya kasih “hook dan uppercut”. Presiden SBY baru –baru ini menandatangani PP No 2 Tahun 2008 yang memperkenankan penyewaan hutan lindung untuk berbagai kegiatan. Gila benar, hutan kita yang sudah rusak parah, kok hutan yang masih tersisa masih juga akan digadaikan? Apakah bencana ekologis yang terjadi susul menyusul belum juga akan menyadarkan kita semua? Termasuk Presiden yang nota bene dikelilingi para pakar (dan “dibisiki” kiri kanan) Haruskan hutan kita yang tinggal se-ucrit akan tetap dihancurkan? Haruskah anak cucu kita kelak hidup di negeri bencana? Parahnya lagi sewa hutannya juga sangat murah hanya Rp 300 per meter. Saya ulangi lagi, HANYA Rp. 300 PER METER. Wah jaman ayah saya masih bersekolah dasar mungkin Rp 300 itu sudah mewah nah kalau sekarang???? Beli permen sebiji pun gak cukup dengan uang segitu. Walah kita tinggal di negeri apa yah, kok yah hari gini yang udah porak poranda akibat bencana masih juga belum sadar-sadar juga. Hanya Gubernur Kalimantan Selatan dan Gubernur Kalimantan tengah dan sejumlah bupati di wilayah itu pada waktu itu yang menyatakan menolak pelaksanaan PP itu. Alasannya jelas, membiarkan hutan dirusak berarti bencana yang akan datang dan dampak itu akan langsung dirasakan oleh orang di daerah, bukan Presiden yang mengeluarkan kebijakan. Ada perkembangan baru nih, setelah rame-rame ribut dan ada penolakan dari berbagai pihak termasuk adanya pengumpulan 5000 tanda tangan dalam upaya menggugat keputusan itu, SBY mengklarifikasi, katanya PP itu ditujukkan untuk 13 perusahaan yang telah terlanjur memiliki hak kelola dikawasan Hutan Lindung, pasca keluarnya Kepres 41 tahun 2004. SBY bersikukuh kalau dia hanya meneruskan Kepres yang dikeluarkan zaman Megawati itu. Namun persoalannya di PP 2 Tahun 2008 itu sendiri sama sekali tidak disebutkan kalau PP itu hanya dibatasi untuk 13 perusahaan. Klarifikasi yang disampaikan lisan, mana mungkin mengikat?

Makanya seharusnya Presiden harus segera melakukan revisi, jangan hanya ngomong saja, tapi naskah tertulisnya masih bersifat terbuka. jangan biarkan timbul wilayah abu-abu yang bisa dimanfaatkan oleh pihak yang memang menginginkan adanya wilayah abu-abu itu.Nah.. Itu baru “hook” dan “uppercut”, nih saya kasih pukulan “seribu bayangan” untuk menutup “pertarungan” ini, setelah diselediki oleh Walhi ternyata dalam kenyataan di lapangan, hutan kita telah “diperkosa” tidak hanya 13 perusahaan yang nota bene memiliki ijin resmi tadi tapi LEBIH DARI 128 PERUSAHAAN yang datang tak dijemput pulang tak diantar (he..He), entah datang darimana surat ijinnya (darimana o??) ikut-ikutan memporak-porandakan hutan kita. Aduh.. ternyata nasib hutan Indonesia bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga plus-plus (plus diinjak, plus diludahi, plus dimaki-maki, dan plus lainnya Hi..Hi). Selain itu, ternyata hutan sudah disadari banyak pihak sebagai “tambang hijau” oleh karena itu, banyak pihak kemudian “memanfaatkannya”. Seakan-akan jika kita berbicara hutan, ini sudah menjadi wilayah abu-abu bagi banyak pihak. Saya berikan contoh kecil apa yang mendasari sehingga saya ngomong seperti ini..Pada Operasi anti pembalakan liar di Propinsi Papua (Maret 2005) gagal menjerat para cukong kelas kakap dan para pelindungnya di kepolisian dan militer. Dari operasi ini, berhasil ditangkap 186 tersangka. Tetapi, hingga Januari 2007, hanya 13 tersangka yang berhasil diamankan dan tak seorang pun pimpinan sindikat yang terjaring. Dari 18 kasus utama yang sampai ke pengadilan, seluruh terdakwa divonis bebas. Adanya Ketimpangan proses peradilan yang disebabkan oleh virus korupsi, kolusi, dan nepotisme yang berkait-kelindan dengan kepentingan sesaat aparat penegak hukum (bahkan pejabat birokrasi) di seluruh jenjang peradilan, mulai polisi, jaksa, hingga hakim. Artinya sudah muncul Artalyta Artalyta (tapi belum ketangkap) baru nih. Wah… saya malah berpikir, kalau untuk kasus maling ayam saja dalam tempo waktu paling lambat 1 hari sudah tertangkap polisi dan diadili tapi kok untuk “kasus-kasus istimewa” seperti ini kok para penegak hukum di negeri ini seakan-akan mandul yah?? Apa iya suatu waktu semua kasus dari kasus maling sandal, maling ayam, sampai kasus-kasus “kelas berat” harus ditangani KPK yah?? Payah….

Saya lanjut lagi, pola perspektif hidup dan tata nilai yang dipijak oleh masyarakat, Perhutani, pemerintah (baik lokal maupun pusat) menjadi faktor lain kian derasnya laju kejahatan kehutanan. Dalam perspektif masyarakat, hutan memiliki fungsi melindungi pemukiman mereka dari angin ribut, kekeringan, dan erosi. Senada dengan itu, Perhutani juga meyakini fungsi ekologis hutan. Uniknya, perambahan dan pembalakan liar terus terjadi seiring kalkulasi ekonomis yang dianut Perhutani. Tak jauh berbeda, pemerintah pun bertolak dari aspek ekonomis hutan ketimbang fungsi ekologisnya. Bagi mereka, hutan adalah sumber daya yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah-ruah. Karenanya, amat diperlukan bagi pemerolehan pendapatan nasional. Sayangnya, kebijakan pembangunan yang dijalankan tak berpihak pada keberlanjutan hutan. Ruarrr biasa sekali yah hutan kita ini. Malah hutan kita akan masuk Guiness Book Of world record. HAHHHH Kok Bisa??? Bisa sajalah lah karena baru-baru ini, Greenpeace Asia Tenggara mendaftarkan Indonesia ke Guinness Book of World Records sebagai negara penghancur hutan tercepat di seluruh dunia. Woww…. Mari kita berikan aplaus untuk hutan kita yang penuh “prestasi”. Prok..Prok..Prok. Yang lebih menyedihkan lagi, Negara kita entah buta atau tidak peduli dengan keadaan ini tapi malah gak ngurus masalah yang nyata-nyata ada di depan mata tapi malah sibuk ngurus “merokok itu haram”, padi Super Toy (istilah saya bukan super toy tapi super gagal), dsb. Benar-benar Negara yang aneh. Oleh karena itu, Negara kita ini “seharusnya patut bersyukur dan berterima kasih” dengan adanya pencurian kayu (illegal logging) atau kebakaran hutan. Lho kok??? Gampang saja, jadi kalau ditanyakan kenapa hutan di Negara sampeyan gitu? Yah tinggal jawab saja, ohh… yang merusak hutan itu para maling kayu sama kebakaran hutan. Jadi dengan adanya illegal logging dan kebakaran hutan berarti ada yang disalahkan.. Ini dalam bahasa jawa bisa dikatakan Opo iki?? bingung apa maksudnya kan?? Bagus…. karena saya juga bingung (sebagai info saya ± baru sebulan berada di tanah jawa ini jadi tadi saya hanya sok-sokan berbahasa jawa. Hi..Hi).


Trus apa hubungannya dengan UUD’45 pasal 33 yang saya sampaikan di atas yah? Pasti ada yang bertanya seperti itu kan? Begini, ingatkah saudara-saudari semua tentang bunyi UUD 45 pasal 33? Bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Untuk kasus hutan ini apa iya?? Masihkah relevan bunyi pasal ini dengan kenyataan di lapangan?? Ataukah diganti huruf yang dicetak tebal tadi dengan kata “dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran penguasa??”Eitts… Jangan dijawab dulu. Simpan sebentar.. terus apalagi hubungan tulisan ini dengan moralitas? Dalam tulisan saya sebelumnya tentang global warming ada komentar dari bos nk yang mengatakan jika bisa diambil garis besar maka setiap masalah yang terjadi di bumi khususnya di Indonesia tercinta ini selalu berkaitan dengan moralitas. Jujur, saya pada saat itu kurang sependapat dengan “bule” NR (nyong kupang atau nyong rasis. Hi..Hi. sori bos). Tapi saat ini saya malah mengiyakan ide/pendapat nk tersebut. Jadi apakah masalah hutan ini pada ujung-ujungnya juga terkait dengan moralitas?? Betulkah dalam kasus hutan ini harus dilihat dalam perspektif moralitas?? Ataukah ada yang ingin menjawab selain itu?? Ah, saya tidak mau menjawab (enak saja… saya capek-capek ngetik sedangkan saudara-saudari cuman membaca doang. Yah… harus ikut mikir juga lah. Hi..Hi), oleh karena itu sengaja saya menyimpan semua pertanyaan-pertanyaan tadi dan mengharapkan saudara-saudari semua untuk ikut menjawab atau bisa juga untuk direnungkan oleh kita semua Tapi saya ingin bilang, dengan kondisi hutan yang demikian maka ada ramalan dalam 50 tahun kedepan maka hutan di negara kita ini hanya akan tinggal sejarah. Kita hanya akan menemukan hutan dalam buku-buku sejarah. Atau jangan-jangan, bukan hanya hutan tapi kita, anda dan saya serta, bangsa Indonesia ini, hanya bisa diketemukan di buku sejarah sebagai bangsa perusak hutan yang “pernah” mendiami bumi. Mau???
Komentar
  1. Anonim berkata:

    Hutan Indonesia udah dimakan habis ma cukong-cukong dari malaysia bekerja sama dengan oknum pejabat Indonesia. Lantas, masayakat yang dituduh. Pemerintah yang goblog

  2. Anonim berkata:

    Kerakusan orang Indonesia akan SD hutan sering bersifat memalukan

  3. Anonim berkata:

    Hutan Indonesia udah jadi mahar kawinnya al amin kepada kristina dang-dut. Kacau

  4. Anonim berkata:

    whuuueeeeeccsssss….pphhhuuuiiihhhhhh….

  5. Anonim berkata:

    hutan Indonesia masih ada tapi sudah rusak serusak mental para pengelolanya, atau pejabat-pejabat dan cukong-cukong, yang korup itu

  6. Anonim berkata:

    Hutan kagak bakalan baek. Percaya deh. wong menterinay aja korupsi. Payaaahhhh….

  7. Nur Arifatul Ulya berkata:

    hutan di Indonesia? sudah lupa tuh..

  8. Anak Indonesia berkata:

    Pemerintahnya payah buanget toe ! pemerintahnya lupa2 ingat wakakakaaaaa……[ klo g becus jadi pemerintah jangan jadi pemerintah ] masih banyak pemerintah yang mao jaga hutan indonesia

  9. Jabon berkata:

    pasti akan baek hutan kita, siapa lagi yang oeduli kalo bukan kita???

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan