Indonesia Bangkit. Indonesia Bisa. Indonesia Bisa Bangkit? (Episode Negara Gagal)

Posted: Mei 26, 2008 in Artikel
Tag:

Entah mimpi apa dokter Sutomo dkk. Pada tahun 1908. Entah salah apa yang dibuat oleh Bung Karno dkk. pada tahun 1945. Rasanya menjadi tidak berguna ketika beberapa orang mahasiswa di tahun 1998 berkalang tanah . Mati dihajar peluru, tak tahu peluru siapa, ketika memperjuangkan apa yang belakangan kita sebut sebagai reformasi. Ketika itu, para pendahulu itu, membayangkan lahirnya Indonesia yang Merdeka karena adanya jiwa dan badan yang bangkit. Adanya Indonesia yang Jaya dalam kemerdekaannya. Adanya Indonesia yang bermartabat karena sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bertanah air telah direformasi. Semua menjadi tak karuan lagi karena Indonesia yang terwujud hari ini per 26 Mei 2008, adalah Indonesia yang berantakan. Indonesia yang kacau dalam kemelut. Pemerintahnya adalah pemerintah yang gamang. Tidak ke sini tidak pula ke situ. Maju ke depan 2 langkah, mundurnyapun  2 langkah ke belakang. Ketika dikritik oleh Megawati sebagai pemerintahan yang sedang menari poco-poco, malah marah. Parlemennya hobi main ancam atas nama hak interpelasi, hak angket dan hak-hak yang lainnya. Beringasnya bukan main ketika Pemerintah memutuskan sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak udel-nya parlemen. Tetapi begitu diajak pertemuan bareng pemerintah, dilobi di hotel, di istina atau dimana0mana, ehhh keberingasan itu lenyap tak berbekas. Kembali ke titik nihil. Anggota parlemen bukannya melakukan proses legislasi dengan baik… eeealaaahhh…..malah menerima suap untuk konversi hutan, main perempuan, main narkoba…pokoknya……main-main saja-lah para bos itu dengan tugas legislasi mereka. Swastanya adalah swasta yang tetap didominasi oleh para pelaku swasta kroni yang terus mengemplang hutang BLBI. Swasta yang menyebabkan bencana lumpur di Porong, Sidoarjo zonder suka bertanggungjawab. Bencana nasional, kata mereka, sambil meminta pemerintah yang menanggulangi. Taj jelas lagi siapa penguasa siapa pengusaha. Menko + pengusaha = penguasaha ha ha ha ha…..

Masyarakatnya adalah masyarakat yang pasrah narimo ing pandum, bahkan ketika sudah ditempiling habis-habisan sampai bonyok. Anehnya, inilah masyarakat narimo tetapi amat gemar mengumbar kemunafikan dan kemarahan. Suka mengaku miskin ketika ada BLT (bantuan langsung tunai). Bayangkan, ini terjadi di kampung saya di Kupang, ada pemilik bengkel yang asetnya jutaan rupiah tetapi saya ketemukan sedang mengantri di kantor Pos. Woooiii, bekin apa di sini ni. Lagi terima BLT, jawabnya. Ketika BLT dibagikan ….eeeellaaaddhhhaaallhhhh….BLT-nya segera berubah menjadi Bantuan Langsung Tawuran karena terjadi rebut-rebutan untuk dulu-duluan menerima. Insani, injak sana injak sini. Setelah diterima BLT-nya, maka BLT berubah lagi menjadi Bantuan Langsung Tapaleuk, yaitu kosa kata bahasa Kuang yang artinya take pleasure. Gilaaaaa.…uang BLT-nya dipakai untuk cuci mata ke Mall. Di lain waktu terjadi juga hal-hal berikut ini. Aliran agama berbeda: tumpas, bakar, bunuh. Pendapat berbeda: ancam dan maki. Saya melakukan survei kecil-kecilan di portal-portal berita seperti di detik.com, okezone.com, kompas.com dan lain sebagainya. Hasilnya, 83.2% pemberi komentar selalu menyertakan kata-kata makian ketika terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Bahkan hanya karena berbeda jagoan Moto GP atau Formula 1 atau Liga Inggris. Bertengkarnya begitu serius, sambil memaki-maki, meskipun Si Rossi tidak mengenal mereka. Hamilton mana tahu mereka. Christiano Ronaldo sama sekali enggak pernah liat batang hidung mereka. Sungguh-sungguh masayarakat yang lucu. Aneh. Ajaib. Konyol. Tragis.

Lalu, dalam suasana euforia pesta peringatan 1 abad HARKITNAS (entah artinya hari kebangkitan nasional atau hari kesakitan nasional) prseiden SBY dengan gagah berteriak: moto kita, slogan kita adalah INDONESIA BISA. Nah lho, bisa ape emangnyeeeee?????? Nah, sekarang mari kita coba menyimak pendapat beberapa pihak tentang Indonesia dewasa ini. Apa kata dunia-lah kata si Naga Bonar.

Prof. Dr. Budi Winarno (UGM):
Untuk bisa survive, dan sekaligus tidak menjadi pecundang (the looser), negara harus kuat dan tangguh dalam pengertian memiliki power and wealth. Namun dalam kenyataannya, Indonesia telah menjadi negara yang sangat lemah (a very weak state), padahal mempunyai sumber daya alam yang sangat melimpah. I
ni karena buruknya kinerja sistem politik dalam memecahkan persoalan-persoalan bangsa dan negara. Dalam pandangan Chomsky, Indonesia bisa dimasukkan ke dalam apa yang disebutnya sebagai negara yang gagal atau a failed state.

Prof Dr. Meutia Gani-Rochman (UI):

Negara gagal sangat potensial mengembangkan lebih lanjut wilayah ekonomi ilegal. Muasalnya, penegakan hukum gagal melakukan pekerjaannya. Dengan keadaan inilah pelaku ekonomi ilegal menancapkan kukunya, yang jika dibiarkan kelamaan akan mendistorsi perencanaan pembangunan nasional dan merusak moralitas ekonomi bangsa. Rakyat miskin akan sangat tergoda untuk membeli barang serta jasa maupun bekerja di wilayah ekonomi ilegal. Jika semakin besar, terciptalah kultur hubungan ekonomi yang didasarkan pada kerangka ilegalitas. Misalnya, tidak membayar pajak, pemerasan dan bukan persaingan produk, ketidakpercayaan yang tinggi hingga menciptakan batas-batas sempit fleksibilitas membuat hubungan baru (eksklusivisme), profesionalisme yang tidak berkembang, dan sebagainya. Yang mengerikan adalah dalam situasi kegagalan yang berlanjut, pelaku ekonomi ilegal bisa mentransformasi dirinya masuk ke dalam ekonomi legal serta memberi warna dominan pada lingkungan (niche) perekonomian. Itulah yang melatarbelakangi fenomena mengapa pada situasi kegagalan negara yang berkepanjangan, batas-batas antara yang legal dan ilegal menjadi kabur. Salah satu contoh yang kuat adalah cara-cara premanisme yang dipakai bank-bank terkemuka dalam penagihan utang. Contoh lain, berkembangnya bisnis keamanan dan bisnis intel (Tempo, 24/3/ 2008).


Cukup????? Ah, jangan dululah. Mari kita simak lagi fakta berikut ini:

Majalah AS (Amerika Serikat), Foreign Policy, menerbitkan Indeks Negara Gagal 2007. Indeks ini menggunakan 12 indikator instabilitas politik, ekonomi, militer, dan sosial sebagai alat ukur. Menurut studi yang dilakukan oleh majalah ini, karakteristik negara gagal, antara lain, adalah tingginya angka kriminalitas dan kekerasan, korupsi yang merajalela, miskinnya opini publik, serta suasana ketidakpastian yang tinggi. Negara gagal pada awalnya banyak karena kegagalan di bidang ekonomi, yaitu ketidakefisienan yang parah dalam mengatur modal dan tenaga kerja dan ketidakmampuan melakukan distribusi/pengadaan pelayanan dan barang dasar bagi penduduk ekonomi lemah. Akibat selanjutnya adalah kemiskinan dan pengangguran yang berkepanjangan.

Dalam daftar Indeks dimaksud tedapat daftar 177 negara dengan peringkat kegagalannya masing-masing. Makin ke arah atas dari daftar indeks, maka kedudukan suatau negara disebut makin gagal. Sebaliknya, jika kedudukan suatu negara dalam daftar indeks semakin kearah bawah maka negara tersebut disebut makin kurang gagal atau disebut juga sebagai negara berhasil. Lima negara yan disebut paling gagal adalah seperti ini. Negara dengan nomor urut 1 sebagai negara gagal adalah Sudan dengan skor 113.7. Lalu menyusul, Irak (111.4), Somalia (111.1), Zimbabwe (110.1) dan Chad (108.8). Sekelompok dengan negara-negara super gagal ini adalah Timor Leste yang berada pada urutan ke 20 dengan skor 94.9.

Di mana posisi Indonesia dalam daftar ini? Ini nih: RI berada di urutan 55 dengan skor 84,4 sekelompok dengan negara yang namanya jarang terdengar, yaitu Guinea Ekuatorial, Kirgistan, Turkmenistan, Eritrea, atau Moldova. Di ASEAN RI sekelompok dengan negara ASEAN gagal lainnya, yaitu Myanmar (97.0), Laos (87.2) dan Filipina (83.2). Banyak persamaan kultural antara bangsa gagal RI, Myanmar, Laos dan Filipina.

Sebagai perbandingan dengan negara yang kurang gagal maka mari kita amati di mana posisi Amerika Serikat, Australia, dan Singapura. Amerika berada di urutan 160 (skor 33.6). Australia lebih hebat lagi di urutan 169 (23.3). Singapura berada di urutan 161 yang satu tingkat lebih baik dibandingkan Amerika Serikat (skor 33.0). Dan akhirnya, 3 negara yang paling berhasil adalah Norwegia (177 dengan skor paling rendah, 17.1), Finlandia (176 dengan skor 18.5), dan Swedia (175 dengan skor 19.3). (Dalam konteks diskursus antara Wilmana dan NK, saya memberi catatan khusus bahwa 3 negara paling berhasil ini adalah negara-negara yang menetapkan Agama Kristen Protestan sebagai Agama Negara).

Sekarang apa komentar kita. Terserah anda. Tetapi saya sendiri berpendapat, dengan mengutip penyanyi asal NTT Obie Messkah: …..malu aku maluuuuu pada semut merahhhh oooouuuoooouuuuoooo…...What’s up????? Siapa yang harus bertanggungjawab terhadap ketidak senonoh-an ini?

Kegagalan negara bukanlah semata kegagalan pemerintah, melainkan semua aktor yang terlibat dalam distorsi kebijakan publik (pemerintah, swasta dan masayarakat) yang dibutuhkan untuk menyejahterakan masyarakat. Merekalah yang memberikan kemiskinan kepada rakyat dan mengembangkan ketidakadaban (Meutia Ganie-Rochman, 2008). Singkat kata: semua elemen bangsa telah membuat bangsa ini gagal. Jadi, kegagalan yang terjadi bukan sekedar kegagalan negara Indonesia mengingat defenisi negara gagal adalah negara di mana pemerintah pusat tidak mampu mengontrol atau menguasai seluruh wilayahnya. Kegagalan yang terjadi sekarang ini melebihi defenisi itu karena telah berada pada tahap: kegagalan seluruh bangsa. Bangsa Indonesia.

Jika ini benar maka, dengan berlinang air mata, saya harus mengatakan ini: Indonesia kita tercinta sungguh-sungguh telah berubah menjadi sebuah bangsa gagal yang bernama INDONESIAL.

Tabik Tuan. Tabik Puan

(To Be Continued)

Keterangan gambar peta:
Failed States according to the “Failed States Index 2007″ of Foreign Policy

██ Alert ██ Warning ██ No Information / Dependent Territory ██ Moderate ██ Sustainable
Komentar
  1. Anonim berkata:

    Lha, kata SBY, Bersama kita bisa. Bisa apaan?

  2. Anonim berkata:

    Pokoknya gw tetep: Bersama Kita Bisa Bo’ong-Bo’ongan. OK choooiii

  3. Anonim berkata:

    Terminologi yang menyakitkan hati

  4. Anonim berkata:

    Pada prinsipnya saya setuju bahwa semua pihak harus bertanggungjawab terhadap gagalnya Indonesia sebagai suatu bangsa. Akan tetapi dalam prespektif UUD, negara harus dikatakan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Bacalah pembukaan UUD 1945. (Patrice)

  5. Anonim berkata:

    Ya ampuunnn, kok gagal sih? Kan udah berhasil: naikin BBM (Calvin)

  6. Anonim berkata:

    Pemerintahan yg buruk + Masyarakat yang mau menangnya sendiri + Swasta yang rakus = INDONESIAL

  7. Anonim berkata:

    Biar hujan emas di negeri orang tetapi tetap lebih baik di negeri sendiri meski hujan batu. Nasionalisme anda di mana?

  8. luiggimikerk berkata:

    tengkyu bagi teman-teman yg sudah berkomentar. Tuhan memberkati anda sekalian

  9. Anonim berkata:

    Sial…sial….

  10. Anonim berkata:

    nasionalisme??? bung realistis aja deh.. loe mau nasionalisme lah sekarang makan nasionalisme atau makan nasi yang harganya udah naik melambung tinggi karna BBM naik.

    kita memang harus memiliki nasionalisme tapi jangan jadi orang yang munafik. jangan karena nasionalisme trus loe ga jadi orang yang kritis. itu namanya loe fanatik bukannya nasionalisme.

    (nrk)

Tinggalkan Balasan ke Anonim Batalkan balasan